REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Eni Gustina MPH mengatakan pihaknya telah menurunkan 200 ribu tim pendamping keluarga untuk memberikan pelayanan program KB.
"Tim pendamping keluarga ini tersebar di seluruh pelosok Tanah Air hingga ujung Papua, bahkan di daerah konflik, yang siap melayani keluarga yang ingin ber-KB," kata Eni Gustina di Pekanbaru, Sabtu (23/7/2022).
Dia mengatakan itu pada acara Rapat Kerja Pokja KB Kespro PP POGI bersama Mitra Kerja, Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOGI) ke XVII tahun 2022 di Pekanbaru, Sabtu. Menurut Eni Gustina, 200 ribu tim pendamping keluarga tersebut berasal dari tenaga kesehatan bidan, perawat dan kader PLKB yang siap memberikan pelayanan KB jenis pil KB, kondom, dan lainnya untuk mencegah kehamilan yang tidak dinginkan.
Layanan program KB dengan menggunakan alat kontrasepsi tersebut, katanya sekaligus mengurangi perempuan yang tidak ingin mempunyai anak lagi dan ingin ber-KB akan tetapi belum terlayani (unmet need), juga termasuk layanan bagi masyarakat di daerah terpencil, di daerah perbatasan kepulauan atau daerah bencana.
"Untuk di daerah ini BKKBN harus bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang ada terkait, misalnya melalui pelayanan bergerak memakai kapal laut atau di kepulauan yang melaksanakan pelayanan KB, demikian juga melalui bantuan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dulunya untuk mendukung program pelayanan yang sama," katanya.
Ia menyebutkan, saat ini total peserta KB mencapai 21.897.849 dan melalui program peningkatan perluasan pelayanan KB dan Kespro tercatat cakupan layanan MOW sebesar 4,19 persen, kondom 84 persen, pil 15,79 persen, MOP 0,22 persen, IUD 7,99 persen, implan 10 persen, dan suntik sebesar 91 persen.
Pemberiaan layanan alat kontrasepsi tersebut sekaligus berkaitan dengan upaya menurunkan angka kematian ibu dan balita di Indonesia yang masih tinggi itu.
Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes drgKartini Rustandi, MKes mengatakan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi tercatat 305 per 100 ribu kelahiran hidup (berdasarkan data 2015, red). Atau bisa diterjemahkan 1-2 orang ibu hamil melahirkan meninggal per jam dan 13-14 bayi meninggal/jam.
"Pemerintah menargetkan angka kematian ibu dan bayi tahun 2024 yakni 183/100 ribu kelahiran hidup, yang menjadi pekerjaan berat apalagi berbarengan dengan pandemi Covid-19, memasuki tahun pilkada sehingga diperlukan upaya penguatan akses dan pelayanan KB," katanya.
Diperlukan upaya-upaya kebijakan dari hulu artinya bagaimana mengedukasi dan penguatan bersama BKKN ke masyarakat dan kemitraan sehingga rapat kerja ini, katanya. Pihaknya juga menyerahkan beberapa buku dan poster kepada POGI yang disusun bersama dan dipakai bersama menjadi pedoman untuk meningkatkan pelayanan dan pelatihan.
Kegiatan POGI selain pelatihan juga mengedukasi masyarakat untuk mendukung penguatan di lapangan dalam upaya menurunkan prevalensi stunting, angka kematian ibu melahirkan dan kematian bayi, sehingga perlu menggencarkan promosi dan edukasi mulai kepada anak sekolah bagaimana menjaga kesehatan reproduksinya.