Ahad 24 Jul 2022 07:07 WIB

Remaja SCBD Mendobrak Kelas Fesyen

Citayam Fashion Week sukses mengangkat selera fesyen pinggiran.

Sejumlah remaja saat bercengkrama di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Area sekitar taman Stasiun MRT Dukuh Atas menjadi ruang publik favorit yang ramai didatangi oleh kalangan remaja dari daerah pinggiran Ibu Kota. Kedatangan mereka untuk menghabiskan waktu libur sekolah dengan bercengkrama bersama sahabat dan membuat konten media sosial. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah remaja saat bercengkrama di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Area sekitar taman Stasiun MRT Dukuh Atas menjadi ruang publik favorit yang ramai didatangi oleh kalangan remaja dari daerah pinggiran Ibu Kota. Kedatangan mereka untuk menghabiskan waktu libur sekolah dengan bercengkrama bersama sahabat dan membuat konten media sosial. Republika/Putra M. Akbar

Oleh : Nuraini, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Kegiatan para remaja asal wilayah pinggiran Jakarta di kawasan Dukuh Atas yang kerap disebut sebagai Citayam Fashion Week, berhasil menarik perhatian publik. Bermula dari anak muda yang "nongkrong" hingga membuat konten, tampilan mereka disorot setelah berseliweran di media sosial.

Ekspresi fesyen para remaja dalam Citayam Fashion Week kerap jadi bahan lelucon. Citayam Fashion Week jadi parodi dari Paris Fashion Week, pekan mode di Prancis yang jadi kiblat fesyen dunia. Jika Paris Fashion Week menampilkan busana kelas atas, maka Citayam Fashion Week adalah sebaliknya. Para remaja itu menampilkan fesyen jalanan (street style) layaknya para pelaku mode dunia di Paris Fashion Week tetapi versi orang pinggiran.

Asal para remaja dari wilayah pinggiran Jakarta seperti Depok, khususnya wilayah Citayam hingga Bogor membuat mereka mendapat sebutan SCBD (Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok), plesetan dari wilayah pusat bisnis Sudirman Central Business District. Sematan-sematan itu cukup menggambarkan adanya bias kelas yang muncul dari Citayam Fashion Week.

Citayam Fashion Week membalik nuansa elitis dari pekan mode dunia. Jika Paris Fashion Week menampilkan mode kelas atas berkesan mahal, remaja SCBD dengan percaya diri menampilkan fesyen sendiri yang murah. Meski jadi lelucon, serbuan konten tentang Citayam Fashion Week mampu merebut perhatian pecinta fesyen "kelas atas" melongok ke "bawah". Hal itu terlihat dari sejumlah model papan atas yang biasanya menampilkan busana di panggung catwalk, membuat konten media sosial meniru remaja di Citayam Fashion Week. Bisa jadi mereka hanya mengikuti tren media sosial, tetapi para model itu kini "membebek" para remaja yang semula dianggap lelucon.

Parodi fesyen yang ditampilkan para anak muda dalam Citayam Fesyen Week di kawasan Dukuh Atas bisa jadi merupakan simbol perlawanan atas tren fesyen. Selama ini fesyen dikuasai oleh industri yang berorientasi pada keuntungan. Di mana, tren fesyen dibuat agar produk industri laku di pasaran. Fesyen yang ditampilkan di Citayam Fesyen Week semacam antitesis dari tren indusri. Mereka menampilkan yang "murah" dan "terpinggirkan".

Busana para remaja SCBD bukan yang ditampilkan di pekan mode dunia, tapi yang keseharian mereka pakai. Tentu ada saja remaja yang kemudian menampilkan fesyen di luar keseharian mereka setelah Citayam Fashion Week viral di media sosial. Tetapi, busana mereka tetap bukan yang berasal dari butik-butik mewah keluaran merek Prancis.

Setelah Citayam Fashion Week ramai di media sosial, seperti yang kerap terjadi pada fenomena viral, berbagai kalangan ikut serta memanfaatkan momentum. Pemberitaan kemudian menyoroti tanggapan pejabat, artis, dan sederet tokoh terkait Citayam Fashion Week. Ulah para remaja seperti buang sampah sembarangan dan tidur di trotoar jadi permasalahan yang direspons pemerintah. Seperti halnya fenomena viral lain, Citayam Fashion Week mungkin saja segera berlalu. Namun, remaja SCBD telah mengangkat apa yang terpinggirkan jadi sorotan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement