Sabtu 16 Jul 2022 14:57 WIB

Pakar: Super App Harus Jamin Keamanan Data

Pemerintah wajib menerapkan keamanan siber, mulai dari sistem, jaringan, dan aplikasi

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pakar: Super App Harus Jamin Keamanan Data (ilustrasi).
Foto: VOA
Pakar: Super App Harus Jamin Keamanan Data (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menyambut baik rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate melebur 24.400 aplikasi milik pemerintah menjadi satu aplikasi super atau super app. Namun, dia mengingatkan, pemerintah wajib menjamin keamanan siber.

"Karena super app bagus hanya jika keamanan siber bisa diterapkan dengan maksimal dimulai dari keamanan di sisi teknologi dan app-nya," ujar Pratama dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Sabtu (16/7/2022).

Baca Juga

Dia menegaskan, pemerintah wajib menerapkan keamanan siber, mulai dari sistem, jaringan, hingga aplikasinya. Jika ini berjalan dengan baik, menurut Pratama, maka super app dapat lebih efisien dan menghemat anggaran hingga mencapai puluhan triliun.

Dia mengatakan, saat ini memang terlalu banyak aplikasi yang dimiliki pemerintah. Di samping itu, sebagian aplikasi dan web tersebut juga memang sudah tidak terpakai, tetapi juga tidak dimatikan. 

"Misalnya dari kasus bocornya data e-HAC Kemenkes (electronic-Health Alert Card milik Kementerian Kesehatan) tahun lalu, sistem e-HAC nya sudah tidak dipakai, namun tidak segera di-takedown," kata Pratama.

Dia menjelaskan, jika dilihat saat ini, di pemerintahan banyak dibuat aplikasi, sangat sektoral, dan antarinstitusi kementerian tidak terintegrasi dengan baik. Setiap kementrian dan lembaga bahkan memiliki aplikasi yang hampir mirip dengan sistem yang berbeda-beda sehingga semua data dan layanan terpisah-pisah. 

"Belum lagi pengelolanya yang terkadang tidak jelas karena masih dilakukan oleh vendor," ucap chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) itu. 

Selain itu, apabila dihitung di pemerintah daerah pasti ada saja sistem yang sudah lama tidak terpakai tetapi masih “hidup”. Hal ini, menurut Pratama, membuat lahirnya ancaman baru, antara lain soal anggaran, data yang simpang siur, dan keamanan sistem itu sendiri.

“Sistem yang sudah tidak dipakai biasanya akan ditinggalkan, tidak dicek berkala, apalagi jika SDM IT (sumber daya manusia informasi teknologi) sangat terbatas di instansi pemerintah. Jadi kita tidak kaget bila ada banyak aplikasi yang dimiliki oleh instansi pemerintah," tutur dia.

Pratama melanjutkan, beberapa waktu lalu bahkan terungkap banyak situs judi yang menyusup ke berbagai situs pemerintah. Padahal, kata dia, situs pemerintah ini aktif, dan postingannya baru, jadi bisa disimpulkan tidak terjadi pengecekan berkala sehingga situs judi bisa menyusup masuk dan aktif digunakan transaksi.

Sebenarnya, lanjut dia, Indonesia bisa memiliki aplikasi sistem satu pintu bagi masyarakat atau korporasi untuk mengakses pelayanan pemerintah. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) juga sudah memberikan akses ke instansi pemerintah dan swasta untuk mengecek data kependudukan.

"Jadi sebenarnya kita bisa membuat super apps bagi layanan satu pintu. Namun ini perlu dilakukan riset juga lebih dulu, super apps yang akan dibuat cukup satu atau beberapa, menyesuaikan kebutuhan dari masyarakat, swasta dan instansi pemrintah sendiri," kata Pratama.

Pratama menggarisbawahi, untuk membuat super app ini perlu beberapa hal, yaitu adanya pusat data nasional yang menjadi server utama guna menyimpan dan mengolah seluruh data yang masuk, terutama data kependudukan. Harus disiapkan juga program satu data nasional, sehingga harus jelas data mana dari siapa yang digunakan dalam super app ini. 

"Kita bayangkan ada 2.700 database yang digunakan saat ini, jelas ini tidak efisien dan sangat tidak mendukung proses birokrasi dan bisnis. Diharapkan dari superapp ini, semua kementrian dan lembaga sudah bisa berkolaborasi dalam sebuah platform digital," tutur Pratama.

Pratama mengatakan, masing-masing aplikasi milik pemerintah memiliki tingkat keamanan yang berbeda-beda. Bahkan sebagian besar sangat lemah pengamanannya, sehingga menyebabkan banyak terjadi kebocoran data.

"Dengan banyaknya aplikasi dan website yang “dorman” atau menganggur ini, banyak potensi serangan dan kebocoran data. Sistem yang aktif dipakai saja masih menjadi sasaran empuk. Karena itu dalam membangun super apps nanti perlu tim yang kuat, misalnya dari Kominfo, BSSN, BIN serta lembaga negara lain yang berkepentingan," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement