Senin 11 Jul 2022 17:07 WIB

Menko PMK: Digitalisasi Layanan Penyaluran Bansos Masih Terkendala

Masih ada daerah yang belum punya sarana TIK layak dan literasi digital belum merata.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Seorang petugas Kantor Pos memotret warga penerima bantuan sosial atau Bansos di kantor Negeri Waai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Kamis (14/4/2022). Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, digitalisasi dalam penyelenggaraan layanan penyaluran bantuan sosial atau bansos masih terkendala.
Foto: Antara/FB Anggoro
Seorang petugas Kantor Pos memotret warga penerima bantuan sosial atau Bansos di kantor Negeri Waai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Kamis (14/4/2022). Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, digitalisasi dalam penyelenggaraan layanan penyaluran bantuan sosial atau bansos masih terkendala.

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, digitalisasi dalam penyelenggaraan layanan penyaluran bantuan sosial atau bansos masih terkendala.

"Digitalisasi di Indonesia, terutama sektor bansos (bantuan sosial), perlu ada usaha lebih keras. Karena apa yang kita bayangkan, yang kita persepsikan, ketika di lapangan tidak seindah warna aslinya," kata Muhadjir dalam satu sesi Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Senin (11/7/2022).

Baca Juga

Dalam sesi bincang-bincang yang dipandu oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Muhadjir secara virtual menyampaikan, kendala yang dihadapi dalam upaya mempercepat digitalisasi layanan penyaluran bansos antara lain ketersediaan infrastruktur pendukung. Muhadjir mengatakan, sampai sekarang masih ada daerah yang belum memiliki sarana teknologi komunikasi dan informatika (TIK) memadai.

"Untuk wilayah tertentu, secara geospasial bisa dipetakan, dan sebetulnya tidak disebut pun kira bisa tahu di mana itu," kata dia.

Meski tidak menyebut nama daerah yang belum punya sarana teknologi informasi dan komunikasi memadai, Muhadjir pada awal paparannya menyampaikan bahwa penyaluran bantuan sosial di 34 kabupaten di Papua dan Papua Barat masih dilakukan secara tunai lewat Kantor Pos. "Karena infrastruktur (pendukung layanan) non-tunai belum siap di daerah-daerah ini," kata dia.

Selain masalah ketersediaan infrastruktur pendukung, Muhadjir menjelaskan, kendala lain yang dihadapi dalam digitalisasi layanan penyaluran bansos yakni tingkat literasi teknologi digital masyarakat yang belum merata. Pemakaian sistem digital dalam layanan penyaluran bantuan sosial, ia melanjutkan, juga membutuhkan dukungan regulasi dan koordinasi kebijakan antar-kementerian.

"Infrastruktur dan regulasi ini akan menopang inovasi dan simplifikasi (penyederhanaan) model penyaluran bansos melalui media digital," katanya.

"Strategi (digitalisasi) ini bergantung pada koordinasi kebijakan antar-kementerian. Tanpa koordinasi yang baik, target bansos digital yang tepat sasaran dan meringankan beban dan mempercepat target (penyaluran) tidak bisa tercapai," Muhadjir menambahkan.

Meski masih ada kendala dalam pelaksanaannya, Muhadjir optimistis digitalisasi dapat dilakukan dalam penyelenggaraan layanan penyaluran bansos mengingat menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 jumlah pengguna Internet di Indonesia mencapai 204 juta dan 63 persen penduduk Indonesia sudah menggunakan telepon seluler. "(Dengan kondisi yang demikian) seharusnya kita siap melaksanakan program digitalisasi bansos ini," katanya

Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia merupakan kegiatan sampingan dalam rangkaian pertemuan ke-3 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 serta Deputi Bidang Keuangan dan Bank Sentral G20 yang berlangsung 11 sampai 17 Juli 2022 di Bali.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement