Rabu 06 Jul 2022 23:25 WIB

Produk Pertanian dan Perkebunan Papua Barat Terganjal Pemasaran

Salah satu kendala adalah belum adanya inovasi produk agar memiliki nilai tambah.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Buah pala (ilustrasi). Provinsi Papua Barat memiliki potensi sumber daya hasil pertanian dan perkebunan yang cukup melimpah. Namun, para petani setempat mengeluhkan pemasaran produk mereka yang masih sulit, terutama inovasi produk.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Buah pala (ilustrasi). Provinsi Papua Barat memiliki potensi sumber daya hasil pertanian dan perkebunan yang cukup melimpah. Namun, para petani setempat mengeluhkan pemasaran produk mereka yang masih sulit, terutama inovasi produk.

REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Provinsi Papua Barat memiliki potensi sumber daya hasil pertanian dan perkebunan yang cukup melimpah. Namun, para petani setempat mengeluhkan pemasaran produk mereka yang masih sulit, terutama inovasi produk.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Papua Barat Lasarus Ullo di Manokwari, Rabu (6/7/2022), mengatakan, setiap kabupaten/kota memiliki hasil atau pertanian unggulan. Misalnya Kabupaten Fakfak terkenal dengan buah pala dan durian. Sedangkan Manokwari Selatan kaya akan pisang, keladi, hingga kakao.

Baca Juga

Salah satu kendala utama dalam memasarkan produk pertanian dan perkebunan lokal tersebut yakni belum adanya inovasi produk sehingga menjadikan komoditas tersebut memiliki nilai pasar yang jauh lebih tinggi. "Perlu ada inovasi dalam memasarkan pangan lokal. Misalnya keladi biasanya hanya direbus lalu dipasarkan, tapi sekarang sudah ada kripik keladi yang sudah mulai digemari banyak orang," jelas Lasarus.

Berbagai produk pertanian Papua Barat tersebut, belum mampu merambah pasaran di tingkat nasional karena masih sedikit industri pengolahan pangan yang bernilai ekonomis dan dibutuhkan oleh pasar. "Masalah transportasi sampai saat ini juga menjadi kendala kadang produksi pertanian habis untuk biaya transportasi saja," kata Lasarus.

Kondisi itu dialami para petani yang bermukim di sejumlah wilayah di Kabupaten Pegunungan Arfak yang kesulitan memasarkan hasil pertanian mereka seperti kentang, wortel, kol dan sawi putih ke Kota Manokwari lantaran tingginya biaya transportasi dari kampung mereka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement