Kamis 30 Jun 2022 19:04 WIB

Kritik untuk Anies yang Dinilai Nyelonong Aja Mengganti Nama Jalan

Pergantian nama jalan di Jakarta tidak boleh melupakan sejarah dan nilai budaya.

Kendaraan melintas di Jalan Entong Gendut yang sebelumnya bernama Jalan Budaya di Condet, Jakarta, Selasa (28/6/2022). Dampak dari perubahan nama 22 ruas jalan yang digantikan dengan nama-nama tokoh Betawi, sebanyak 50.000 warga Jakarta harus merubah data dokumen administrasi kependudukan, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga dan Kartu Identitas Anak tanpa dikenakan biaya. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kendaraan melintas di Jalan Entong Gendut yang sebelumnya bernama Jalan Budaya di Condet, Jakarta, Selasa (28/6/2022). Dampak dari perubahan nama 22 ruas jalan yang digantikan dengan nama-nama tokoh Betawi, sebanyak 50.000 warga Jakarta harus merubah data dokumen administrasi kependudukan, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga dan Kartu Identitas Anak tanpa dikenakan biaya. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mahsir Ramadhan, Antara

Perubahan 22 nama jalan di Ibu Kota dipertanyakan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Ia mempertanyakan kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan terkait dampak menyeluruh akibat penggantian 22 nama jalan tersebut.

Baca Juga

“Apakah Pemda bisa menjamin atau membantu mengeluarkan perizinan termasuk sertifikat?” kata Prasetio di Jakarta, Kamis (30/6/2022). Menurutnya, jika hanya mengurus KTP, bukan masalah besar bagi Pemprov DKI. Namun demikian, menyoal STNK mobil atau motor, paspor hingga sertifikat tanah dan dokumen lainnya menjadi hal yang perlu diterangkan lebih jauh oleh Anies.

Dia juga mengkritik Pemprov DKI yang tidak mengkonsultasikannya dengan DPRD. Padahal, kata dia, penggantian nama jalan harus berdasarkan hasil anggota dewan pertimbangan dan dirinya selaku perwakilan DPRD DKI.

“Dia yang menerima uang, gue yang ngetok palu. (Tapi) ini kan dia (Anies) nyelonong-nyelonong (ganti nama jalan) sendiri,” keluhnya.

Terlebih, kata dia, saat Pemprov DKI juga tidak mempertimbangkan nama Ali Sadikin untuk dijadikan pengganti nama jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Nama itu, sudah diusulkan pihak dia sejak ulang tahun Jakarta ke-494 tahun lalu.

“Bukan saya tidak suka dengan nama jalan tersebut ya, tetapi apakah dia nggak mikir ya KTP rekening koran. Semuanya kan berubah semua,” ucapnya.

Menurut Prasetio, tidak ada pengumuman atau koordinasi dengan DPRD DKI Jakarta sama sekali mengenai penggantian nama jalan di Jakarta. Padahal, jika mengacu pada Pergub yang diteken oleh Gubernur DKI terdahulu, Sutiyoso, perlu ada koordinasi.

“Tiba-tiba dia (Anies) jalan sendiri (ganti nama jalan). Kan nggak sah tuh bos,” tuturnya. Ditanya apakah ada tindakan lanjutan dari DPRD, Prasetio mengaku akan memanggil pemilik ide untuk ganti nama 22 jalan di DKI.

Perubahan 22 nama jalan di Jakarta mendapat beragam respons dari warga. Salah satunya, Mei (25 tahun), warga Jalan Warung Buncit Raya Jaksel. “Baru tahu dari sosial media. Itu juga kaget sih, kenapa Buncit kena,” kata Mei.

Menurut dia, penggantian itu akan berdampak pada beberapa hal seperti mengurus dokumen kependudukan baru. Dia mengaku pergantian nama jalan itu tak begitu memberatkan. Namun nama Jalan Tutty Alawiyah, pengganti Warung Buncit, masih terkesan asing.

“Soalnya sudah sedikit tahu asal usul Jalan Buncit. Tapi mau bagaimana lagi, kalau mau diganti ya sudah ikut saja,” tuturnya.

Hal serupa dikatakan warga Warung Buncit atau yang kini akan dikenal Jalan Tutty Alawiyah lainnya Fatimah (56). Ia juga merasa kaget dengan adanya pergantian nama jalan tersebut. “Tahu di TV. Ada jalan Bokir, Nori, Hajjah Tutty. Kaget juga sih, (soalnya) kita ganti juga (dokumen),” kata Fatimah.

Ia juga mengaku tak berkeberatan dengan penggantian nama jalan itu. Namun demikian, dia mengaku nama yang baru akan dipakai masih terlalu asing untuk disebut sebagai alamat. “Masih canggung saja. Terima saja, bagus kan, dia ustadzah, di sini juga kan pada pro Tutty,” jelasnya.

Sejarawan JJ Rizal menilai penggantian nama tempat dan jalan kerap kali melupakan sejarah dan nilai budaya yang penting di dalamnya. “Misalnya pada nama Jalan Warung Buncit Raya itu ada sejarah keindahan toleransi dan inklusivitas masyarakat Betawi,” kata JJ Rizal dalam keterangannya, Kamis (30/6/2022).

Menurut JJ Rizal, penggantian nama Warung Buncit sebenarnya identik dengan upaya para Muslim sekitar yang mengambilnya dari nama seorang Tionghoa, Tan Boen Tjit. Menurut dia, hal itu yang menjadi toponimi Warung Buncit. “Bukankah ini nilai sejarah budaya yang penting buat kekinian kita,” katanya.

Tak hanya itu, jalanan lain yang diganti dinilainya juga memiliki sejarah tersendiri. Menurut dia, permasalahan penggantian jalan kali ini bukan pada nama tokoh yang belum jelas peran sejarahnya, tetapi kurangnya kehati-hatian Pemprov DKI dalam memilih tempat dan menaruh nama-nama tokoh tersebut.

“Cobalah tengok dengan seksama PP No. 2 Tahun. 2021, peraturan ini masih banyak bolongnya tetapi sudah menegaskan bahwa seharusnya setiap pemerintah harus menginventarisasi dulu seluruh nama jalan di tempatnya, sehingga tahu mana yang belum bernama atau bernama,” katanya.

Sementara itu di Batu Ampar, Jaktim, warga menolak perubahan nama Jalan Budaya menjadi Jalan Entong Gendut. Alasan tak ada sosialisasi dan khawatir adanya biaya saat mengurus perubahan identitas pribadi.

Salah satu warga RT 10/06 Kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Kramat Jati, Edward mengatakan, penolakan warga itu dilakukan dengan membentangkan spanduk di salah satu ruas Jalan Entong Gendut. "Saya sih menolak (perubahan nama jalan), kalau bisa tetap Jalan Budaya," kata Edward.

Edward menambahkan, warga yang menolak perubahan nama jalan itu mengaku keberatan untuk mengurus pergantian alamat pada dokumen pribadinya. "Biaya buat perubahan STNK, KTP, sertifikat tanah, itu waktu kita habis, masa cuma ngurusin ginian doang surat-surat, lagian juga Jalan Budaya udah lama (dipakai)," ujar Edward yang telah tinggal di Jalan Budaya sejak tahun 1981.

Dia mengatakan, tidak ada sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun Pemerintah Kota Jakarta Timur kepada masyarakat terkait perubahan nama jalan tersebut. Hal itu membuat warga terkejut ketika tiba-tiba nama Jalan Budaya diganti dengan Jalan Entong Gendut.

"Itu pergantian nama langsung saja. Nggak ada musyawarah," tutur Edward.

photo
Warga menunjukan KTP elektronik di kawasan Tanah Tinggi, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar pelayanan jemput bola di enam wilayah terkait perubahan data administrasi kependudukan imbas pergantian 22 nama jalan menggunakan nama tokoh Betawi. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement