REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempermasalahkan Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H Maming mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). KPK siap menghadapi gugatan tersebut.
"Hak yang bersangkutan mengajukan praperadilan. KPK melalui biro hukum tentu siap hadapi," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Mardani mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Dia menganggap, status tersangka kepadanya sebagai bentuk kriminalisasi. "Pengadilan tentu akan memeriksanya apakah permohonan praperadilan tersebut memenuhi syarat atau tidak," kata Ali.
Baca: Beredar Dokumen Surat Tugas PBNU Tentang Sejarah Pendirian PKB
Menurut Ali,sejauh ini lembaganya belum menerima surat pemberitahuan maupun panggilan sidang dari PN Jaksel. "Meski demikian, kami tegaskan bahwa seluruh penyidikan perkara ini kami pastikan telah sesuai dengan mekanisme perundang-undangan maupun hukum acara pidana," ucapnya.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Mardani mendaftarkan permohonan praperadilan pada Senin (27/6.2022) dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka. Permohonan praperadilan Mardani itu terdaftar dengan nomor perkara 55/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. Sebagai pihak termohon adalah KPK c.q. penyidik KPK.
Adapun poin petitum permohonan praperadilan Mardani, di antaranya menerima dan mengabulkan permohonan pemohon praperadilan untuk seluruhnya, menyatakan termohon tidak berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022.
Berikutnya, menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menyatakan tidak sah segala keputusan, penetapan, dan tindakan hukum yang dikeluarkan dan dilakukan lebih lanjut oleh termohon berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon.
Baca: Membawa Pulang Puluhan Manuskrip Ulama Nusantara dari Perpustakaan Leiden