REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DKI Jakarta merespons positif keputusan Pemerintah DKI Jakarta yang mencabut izin PT KCN sebagai buntut perkara pencemaran udara. Tapi, LBH DKI menilai tindakan itu belum cukup untuk mengurangi polusi udara lantaran masih ada banyak sumber polutan di sekitar Ibu Kota.
"PT KCN bukan satu-satunya pelaku pencemaran udara. Ada 21 PLTU di wilayah Banten yang jadi faktor pencemar udara di Jakarta," kata Pengacara Publik LBH Jakarta Jeanny Sirait dalam media briefing menyikapi polusi udara Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Pemerintah pusat, kata dia, seharusnya bisa berbuat lebih banyak untuk mengurangi polusi udara dari 21 PLTU itu. Salah satunya dengan membuat kebijakan pengendalian lingkungan yang lebih ketat.
Tapi, kata Jeanny, alih-alih menekan pencemaran udara dari 21 PLTU itu, pemerintah pusat justru hendak menambah PLTU di sekitar Jakarta. "Anehnya, pemerintah masih memaksakan membuat 9 hingga 10 PLTU tambahan," ujarnya.
Pemerintah DKI Jakarta mencabut izin lingkungan PT KCN pada 17 Juni 2022. Sebab, perusahaan pengelola pelabuhan bongkar muat di Marunda, Jakarta Utara itu tak menjalankan sanksi administratif terkait pengelolaan lingkungan sesuai batas waktu yang ditetapkan. Sanksi administratif sebelumnya diberikan karena PT KCN terbukti mencemari lingkungan dengan abu batu bara dari proses bongkar muat.
Pencabutan izin PT KCN ini dilakukan ketika kondisi udara Jakarta sedang menjadi sorotan publik. Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di antara kota-kota besar di dunia dalam beberapa hari terakhir, menurut data jaringan pemantau kualitas udara real-time IQAir.
Menurut catatan BMKG, memang terjadi peningkatan konsentrasi partikel debu halus (PM2,5) di Jakarta dalam beberapa hari terakhir. Konsentrasi PM.2,5 di Ibu Kota sempat mencapai level tertinggi pada angka 148 mikrogram per kubik pada pekan lalu. Hal itu tergolong kualitas udara tidak sehat.
"Tingginya konsentrasi PM2.5 dibandingkan hari-hari sebelumnya juga dapat terlihat saat kondisi udara di Jakarta secara kasat mata terlihat cukup pekat atau gelap," kata Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Urip Haryoko dalam siaran persnya, Ahad (19/6).