Senin 20 Jun 2022 20:10 WIB

Budi Daya Perikanan di Pesisir Selatan Lesu

Hal ini akibat bibit yang tidak bagus karena berasal dari indukan berkualitas rendah.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Perikanan budi daya (ilustrasi). Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, menyampaikan, kendala utama usaha perikanan budi daya di wilayahnya adalah akibat bibit yang tidak bagus karena berasal dari indukan yang berkualitas rendah.
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Perikanan budi daya (ilustrasi). Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, menyampaikan, kendala utama usaha perikanan budi daya di wilayahnya adalah akibat bibit yang tidak bagus karena berasal dari indukan yang berkualitas rendah.

REPUBLIKA.CO.ID, PAINAN -- Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, menyampaikan, kendala utama usaha perikanan budi daya di wilayahnya adalah akibat bibit yang tidak bagus karena berasal dari indukan yang berkualitas rendah.

"Nah, ini persoalan yang harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Indukan itu tentu akan melahirkan bibit yang buruk," ujar Asisten II Bidang Ekonomi Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan Yozki Wandri saat menerima kunjungan kerja Komite II DPD-RI di Painan, Sumbar.

Baca Juga

Kunjungan dihadiri Wakil Ketua I Komite II DPD RI Abdullah Puteh, Wakil Ketua II Bustami Zainudin, Muhammad Gazali, Dharma Setiawan, Denty Eka Widi Pratiwi dan anggota Komite II DPD RI lainnya.

Yozki melanjutkan minimnya ketersediaan bibit yang berkualitas kini memunculkan persepsi usaha perikanan budi daya tidak layak. Sebab hasil yang didapat tak sesuai dengan modal dan waktu yang habis hingga masa panen.

Karena itu, butuh pengawasan dan sanksi tegas dari pemerintah pusat terhadap Unit Pembibitan Rakyat (UPR) perikanan budi dayayang masih menggunakan indukan yang tidak berkualitas. Bahkan indukan yang dipakai untuk pembenihan sudah lebih dari delapan generasi.

"Sehingga bibit yang dihasilkan kerdil. Seharusnya mereka ketika ditunjuk sebagai UPR mampu menyediakan indukan yang berkualitas, sehingga bibit yang mereka produksi pun bagus," tuturnya.

Sementara Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Pesisir Selatan Firdaus menyampaikan selain persoalan buruknya kualitas indukan yang dipakai UPR, ketersediaan benih pun menjadi persoalan tersendiri bagi pembudidaya. Kebutuhan benih di Pesisir Selatan sekitar 213 juta ekor per tahun, dengan luasan lahan budi daya perikanan mencapai 1.750 Hektare, tersebar di 15 kecamatan.

"Sedangkan yang mampu diproduksi balai benih ikan hanya 200 ribu saja. Tentu angka ini sangat timpang sekali. Kami berharap ada solusi dari pemerintah pusat," kata Firdaus.

Pada kesempatan itu, Direktur Pembenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nono Hartanto mengakui kualitas indukan bibit yang dihasilkan UPR hingga kini masih menjadi salah satu persoalan pelik. Sebagai antisipasi KKP telah mensertifikasi seluruh UPR yang ada agar bisa memberikan panduan pada petani budi daya perikanan ketika hendak membeli bibit yang berkualitas.

"Karena itu kami minta petani budi daya menanyakan sertifikasi UPR itu terlebih dahulu sebelum membeli bibit. Jangan sampai nanti beli bibit abal-abal," ungkap dia.

Minimnya ketersediaan bibit unggul di balai benih saat ini adalah karena ada larangan kementerian memberikan bantuan bibit unggul ke balai benih seperti diatur Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda. Padahal ia mengakui Unit Pelaksana Teknis Kementerian KKP banyak bibit indukan unggul, namun bisa diberikan pada balai benih yang ada di daerah. Solusinya saat ini adalah UPR boleh mengajukan bantuan indukan unggul ke kementerian.

"Namun dengan catatan harus dengan kelompok. Untuk wilayah Sumatera Barat, kini bisa minta ke Jambi," ungkap dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement