Senin 20 Jun 2022 15:04 WIB

Kepala BNPT: Penyebaran Ideologi Radikalisme Bak Virus Corona

Kelompok teror kini tidak ragu menunjukkan eksistensinya melalui media sosial.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Teguh Firmansyah
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar usai konferensi pers terkait perkembangan ideologi kontemporer di Indonesia yang digelar di Jakarta Pusat, Senin (20/6/2022).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar usai konferensi pers terkait perkembangan ideologi kontemporer di Indonesia yang digelar di Jakarta Pusat, Senin (20/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengumpamakan penyebaran paham ideologi intoleransi radikalisme yang mengarah pada terorisme, seperti penyakit Covid-19. Virus itu menyebar begitu cepat. Hal ini dia sampaikan saat konferensi pers terkait perkembangan ideologi kontemporer di Indonesia yang digelar di Jakarta Pusat, Senin (20/6/2022).

"Jadi spread of radicalitation itu seperti bagaimana virus Corona itu selama dua tahun ini menghinggap kepada kalangan masyarakat kita. Begitu pulalah virus intoleransi radikalisme yang dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu untuk memenuhi tujuannya, telah mempengaruhi perjalanan bangsa kita dan anak bangsa kita. Dan bahkan kita juga tentu pernah melihat beberapa fenomena, anak bangsa menjadi pelaku bom bunuh diri," kata Boy.

Baca Juga

Kondisi ini, lanjut dia, tentunya tidak menguntungkan Indonesia. Selain itu, ia mengungkapkan, ada sekitar dua ribu anak bangsa yang pernah berangkat ke Irak dan Syria untuk tujuan tidak jelas karena penyebaran propaganda melalui media sosial.

"Tentu saja ini menjadi kondisi yg sangat tidak menguntungkan dan merugikan anak bangsa. Saya harus mengatakan itu adalah tujuan yang bukan harusnya diambil oleh kita sebagai bangsa Indonesia. Karena di sana kita ikut dalam sebuah tindakan-tindakan destruktif, konflik dan bahkan melanggar kedaulatan negara lain," ujarnya.

Ia menyebut, fenomena radikalisasi nilai-nilai kekerasan bertransformasi dari cara tradisional menjadi modern. Menurutnya, kelompok teror kini tidak ragu menunjukkan eksistensinya melalui media sosial.

Sebab, yang dulunya mereka bergerak secara senyap, saat ini justru memanfaatkan kemajuan teknologi untuk secara gamblang melakukan propaganda nilai, ideologi perekrutan anggota hingga penggalangan dana.

"Sepanjang Januari hingga Desember 2021, BNPT mendeteksi 650 konten propaganda yang mengandung pesan anti NKRI, anti Pancasila, intoleransi, takfiri, konten terkait pendanaan dan pelatihan, termasuk didalamnya glorifikasi ideologi khilafah," ungkap Boy.

Oleh karena itu, Boy menuturkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk melakukan patroli siber dan takedown terhadap konten yang mengandung propaganda, perekrutan, pendanaan, pelatihan maupun perencanaan di berbagai platform media sosial.

Selain Itu, kedepannya BNPT bersama seluruh komponen masyarakat juga akan berupaya untuk meningkatkan imunitas seluruh warga dari pengaruh ideologi yang non-Pancasila maupun yang bertentangan drngan nilai-nilai agama, hukum, dan kemanusiaan.

"Tentunya yang kami konsen bahwa ideologi yang berbasis kekerasan yang hari ini diusung oleh kelompok-kelompok jaringan teroris dalam rangka merekrut pendatang-pendatang baru banyak yang melakukan upaya-upaya berbagai cara, bermetamorfosis, berganti," jelas dia.

"Oleh karena itu, kewaspadaan masyarakatlah yang tentunya dengan bekerjasama dengan semua pihak, kami berharap tidak ada lagi yang dengan mudah ikut di dalam kegiatan-kegiatan yang nyatanya akan menyulitkan kondisi secara individual maupun entitas kepada masyarakat kita sendiri," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement