Ahad 19 Jun 2022 07:45 WIB

Kepala BNPT Ingatkan Masyarakat Agar Selalu Hindari Ujaran Kebencian

Tak ada toleransi untuk ujaran kebencian karena dampaknya yang dapat merusak.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Meningkatnya skala ujaran kebencian seiring kemajuan teknologi dan merebaknya media sosial, dikhawatirkan akan membelah bangsa dan mengikis nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang menjadi perekat bangsa Indonesia selama ini. Ujaran kebencian juga dicemaskan menjadi pintu masuk perilaku radikal dan terorisme yang telah terbukti merusak dan menghancurkan kehidupan dan peradaban manusia. 

Hal tersebut menjadi bagian yang ditekankan Kepala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Komjen Boy Rafli Amar, seiring pencanangan Hari Internasional untuk Melawan Ujaran Kebencian (International Day for Countering Hate Speech) yang diperingati oleh PBB untuk pertama kalinya pada Sabtu (18/6/2022) ini. 

Baca Juga

Boy meminta masyarakat benar-benar menghindari, menjauhi dan menangkal perilaku buruk tersebut.  “Ujaran kebencian menjadi pintu masuk intoleransi, diskriminasi dan kekerasan yang dapat mengarah pada terorisme,” kata jenderal bintang tiga ini.

Boy mengatakan, meski kian menjadi wacana popular akibat skalanya yang terus naik, ujaran kebencian sebenarnya bukan hal baru. Sejak lama disadari selalu ada unsur-unsur di masyarakat yang melakukan hal tersebut disebabkan keterbatasan pemikiran atau kurangnya kemampuan untuk menjaga diri. Namun, seiring kemajuan teknologi komunikasi dan budaya baru media sosial, ujaran kebencian bisa dilakukan dengan masif dan menyentuh masyarakat paling bawah dengan skala sangat luas. 

“Akibatnya, dampaknya pun tak lagi bisa diperkirakan. Sebuah ujaran kebencian mungkin saja tidak langsung memantik kerusuhan. Bisa tertahan karena kewaspadaan semua pihak. Namun kebencian yang tercipta sangat mungkin mengendap menjadi bara api yang sewaktu-waktu, pada saat yang paling buruk, bisa memantik api dan meledakkan kerusuhan,” kata Boy. 

Karena itu, Boy menegaskan, seharusnya tak ada toleransi untuk ujaran kebencian karena dampaknya yang dapat merusak perdamaian dan pembangunan, menjadi dasar konflik dan ketegangan,  dan menjadi sebab terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dalam skala luas.

Mengulas adanya kritik sebagian kalangan yang memaknai ujaran kebencian sebagai ‘istilah karet’, Boy menegaskan bahwa hal tersebut sama sekali tidak benar. Ia mengutip definisi tegas tentang ujaran kebencian sebagaimana disepakati Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Ujaran kebencian, kata Boy mengutip definisi PBB, adalah segala jenis komunikasi dalam ucapan, tulisan atau perilaku, yang menyerang atau menggunakan bahasa yang merendahkan atau diskriminatif dengan mengacu pada seseorang atau kelompok berdasarkan siapa mereka, dengan kata lain, berdasarkan agama, etnis, kebangsaan, ras, warna kulit, keturunan, jenis kelamin atau faktor identitas lainnya.

“Itu definisi yang jelas dan tidak karet atau bisa dipakai semena-mena hanya untuk alasan pragmatis tertentu,” kata Boy. 

Tidak hanya menengarai skalanya yang terus membesar dan meluas, menurut Boy, PBB juga telah menyadari bahaya kerusakan yang ditimbulkannya. ”Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sampai mengatakan bahwa karena ujaran kebencian merupakan bahaya bagi semua orang, maka memeranginya pun harus menjadi tanggung jawab semua orang yang beradab,” kata Boy mengutip pernyataan sekjen PBB.

Untuk itu, Boy meminta agar semua pihak, termasuk para pendidik, alim ulama, tokoh agama dan tokoh masyarakat, agar segera mengingatkan bahaya ujaran kebencian yang dapat menghasut kekerasan, merusak kohesi sosial dan toleransi, dan menyebabkan kerugian psikologis, emosional, dan fisik bagi siapa pun yang terkena dampak. Hal itu menurutnya bisa dilakukan dengan sedini mungkin menanamkan sikap toleransi, mempromosikan dialog antaragama dan antarbudaya, dalam melawan ujaran kebencian tersebut. 

Sebagaimana diketahui, seiring menguat dan meluasnya ujaran kebencian di sluruh dunia, PBB pada 18 Juni 2019 lalu mulai meluncurkan Strategi dan Rencana Aksi PBB tentang Ujaran Kebencian. Setelah serangkaian proses, pada 21 Juli 2021 lalu Majelis Umum PBB berhasil menetapkan resolusi PBB no A/RES/75/309 tentang 'Mempromosikan dialog dan toleransi antaragama dan antarbudaya dalam melawan ujaran kebencian'. Resolusi itu antara lain memutuskan untuk memproklamasikan 18 Juni sebagai Hari Internasional untuk Melawan Ujaran Kebencian, yang diperingati setiap tahun. Peringatan pertama jatuh pada hari ini, Sabtu (18/6/2022). 

Sebagai wujud komitmen, PBB pada Senin (20/6/2022) akan menggelar Pertemuan Tingkat Tinggi informal untuk menandai peringatan pertama hari internasional tersebut, yang berlangsung mulai pukul 10 pagi waktu setempat di Aula Majelis Umum di New York City, Amerika Serikat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement