Senin 13 Jun 2022 20:23 WIB

Epidemiolog: BA.4 dan BA.5 Punya Peluang Picu Gelombang Lanjutan

BA.4 dan BA.5 merupakan turunan dari Varian of Concern (VoC) Omicron.

Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengemukakan subvarian Omicron BA.2 dan BA.5 berpeluang memicu gelombang kasus Covid-19. Sebab, kemampuannya menginfeksi manusia dengan sangat mudah.

"Kalau tidak ada upaya yang memadai, misalnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dicabut, vaksinasi buruk, perilaku masyarakat memakai masker juga buruk, itu dalam dua pekan bisa dominan dan bisa menyebabkan gelombang baru," kata Dicky Budiman yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Baca Juga

Ia mengatakan BA.4 dan BA.5 merupakan turunan dari Varian of Concern (VoC) Omicron yang kini sudah menyebar di 40 lebih negara di dunia. Sebagaimana turunan VoC lain seperti mutasi L.452 Delta, kata Dicky, mutasi itu membuat BA.4 dan BA.5 mudah sekali menginfeksi manusia.

Tidak hanya yang belum divaksin, tapi juga mereka yang telah menerima dosis lengkap bahkan yang sudah pernah terinfeksi BA.1, BA.2, dan BA. Kemampuan reinfeksi itu disebabkan oleh turunan dari mutasi Delta L.452 yang dengan mudah mengikat reseptor angiotensin converting enzyme (Ace 2) yang ada di banyak sel tubuh organ manusia, khususnya sel paru-paru.

"Dengan adanya kemampuan BA.4 dan BA.5 bisa menyiasati deteksi dari antibodi, baik dari terinfeksi maupun antibodi dari vaksinasi, maka pertumbuhan perkembangan kasusnya di kisaran 12 sampai 13 persen," katanya.

Proyeksi pertumbuhan kasus itu, kata Dicky, berpotensi memicu gelombang dalam hitungan pekan atau bulan, meskipun tidak ada peningkatan keparahan terhadap pasien yang tertular.Secara terpisah, Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mendorong otoritas terkait segera melakukan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) menyusul ditemukannya delapan kasus BA.4 dan BA.5 di Bali dan Jakarta.

"Sehubungan peningkatan kasus dalam beberapa hari terakhir ini, maka disebut-sebut tentang kemungkinan peran subvarian BA.4 dan BA.5," katanya.

Secara umum di dunia, kata Tjandra, subvarian BA.2 tetap dominan walaupun terjadi penurunan dari 44 persen menjadi 19 persen berdasarkan laporan mingguan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO)."Yang saat ini meningkat adalah subvarian BA.2.12.1, BA.5, dan BA.4. Dari ke tiga ini, data terakhir menunjukkan subvarian BA.2.12.1 paling banyak ditemui, sudah terdeteksi di 53 negara dan diduga jadi penyebab penting kenaikan kasus. Artinya perlu pula dicek mendalam ada tidaknya di Indonesia," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement