REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan mengatakan, kesiapan pemerintah begitu penting untuk menghadapi ancaman krisis pangan. Menurutnya, Indonesia membutuhkan reorientasi arah kebijakan komoditas pangan.
"Pemerintah fokus pada kemandirian pangan dan pemberdayaan petani kecil yang memegang peranan sentral dalam produksi dan ketersedian pangan," ujar Johan saat dikonfirmasi, Ahad (12/6/2022).
Perlu kebijakan strategis dalam pengembangan pangan dalam perspektif ketahanan pangan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu upaya antisipasi krisis pangan global dapat dilakukan oleh pemerintah dengan penguatan ketersediaan pangan.
"Saya minta pemerintah memperkuat ketersedian atau akses pasar bagi petani. Serta memberikan perlindungan kepada petani kecil ke arah usaha tani yang produktif dan segera buat kebijakan hentikan ketergantungan impor," ujar Johan.
"Pemerintah agar melakukan harmonisasi kebijakan pertanian dan perdagangan dengan keberpihakan kepada petani," sambung politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, masalah pangan saat ini menjadi persoalan yang harus dihadapi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Sebab, saat ini semakin banyak negara yang menghentikan ekspor bahan pangannya untuk kebutuhan di dalam negerinya sendiri.
Ia menyebut, pada Januari lalu hanya terdapat tiga negara yang melarang ekspor bahan pangan. Namun saat ini jumlah negara yang menerapkan kebijakan ini mencapai 22 negara.
Padahal, saat ini Indonesia juga masih mengimpor bahan pangan seperti gandum, jagung, dan juga kedelai. Sementara untuk beras, Jokowi menyebut sudah tiga tahun Indonesia tak melakukan impor sama sekali.
"Hati-hati yang urusan beras, yang biasanya kita impor dua juta ton, sudah tiga tahun ini kita tidak impor beras sama sekali," kata dia.