REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kebijakan guna meningkatkan akses air layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari 100 persen masyarakat wilayah DKI Jakarta dinilai sangat sulit. Sebab, sekitar 94 persen akses air bersih melalui perpipaan yang dilayani PAM Jaya saat ini dipasok dari luar daerah.
"Air bersih yang dihasilkan PAM Jaya dari sumber 13 sungai di Jakarta hanya sekitar enam persen dari akses air bersih yang dilayani PAM Jaya saat ini," kata Direktur Perumahan dan Permukiman Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Tri Dewi Virgiyanti, dalam webinar "Kapan Sumber Air Bersih Jakarta Dapat Diandalkan?" yang dipantau dari Bogor, Kamis (9/6/2022).
Padahal, menurut Dewi, untuk mencapai salah tujuan "Sustainable Development Goals" (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan, setelah memenuhi akses air layak harus ditingkatkan menjadi air aman. Dia menjelaskan, berhasil Survei Sosial Ekonomi Nasional atau disingkat Susenas tahun 2021, akses air layak di Indonesia saat ini sudah mencapai 91,20 persen, tapi akses air aman baru sekitar 12 persen.
"Air layak adalah air bersih yang sumbernya layak dan sudah di-treatment satu kali, sedangkan air aman adalah air layak yang sudah setara dengan air minum," katanya.
Menurut Dewi, air sungai di Jakarta sulit ditingkatkan volumenya akses air bersih perpipaan. Sebab, air sungainya tidak layak sebagai sumber air baku dan rata-rata tercemar ringan hingga sedang.
"Ke depan, PAM Jaya akan terus membutuhkan sumber air baku dari luar daerah," katanya.
Sumber air baku untuk layanan air bersih oleh PAM Jaya di Jakarta saat ini terutama dari Waduk Jatiluhur di Purwakarta serta dari Tangerang. Dewi juga menyebutkan, ada kecenderungan di kota-kota besar terjadi pergeseran pola konsumsi air minum, yaitu lebih bergeser ke air isi ulang dan air kemasan.
"Tapi dari hasil studi, kualitas isi ulang masih lebih rendah dari air bersih perpipaan, sedangkan air kemasan kualitasnya baik, tapi harganya tidak ekonomis untuk kebutuhan sehari-hari," katanya.