REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kabid Humas Polda Sumatra Barat, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, mengatakan pihaknya berhasil menggagalkan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Dalam kasus ini, polisi menangkap lima orang tersangka.
Kelimannya yakni Y (60 tahun), E(50), RA(19), RJ (31), dan R (23). Mereka tertangkap tangan melakukan menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah tanpa izin usaha niaga.
"Tempat kejadian di sebuah gudang yang berada di Terminal truk Koto Lalang RT 003 RW 008 Kelurahan Bandar Buat Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang Provinsi Sumatera Barat," kata Satake, Rabu (8/6).
Untuk tersangka yakni Y adalah warga Kampung Baru Cengkeh Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. E (50) warga Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang.
Selanjutnya, RA (19) warga Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Lubuk Begalung, RJ (31) warga Kelurahan Cengkeh Nan XX Kecamatan Lubuk Begalung dan R (23) warga Kelurahan Koto Lalang Kecamatan Lubuk Kilangan. Mereka ditangkap pada Selasa (7/6/2022) lalu sekitar pukul 17.30 WIB.
Dari penangkapan tersebut, petugas menyita barang bukti 35 buah jerigen kapasitas 33 liter yang berisikan BBM jenis Bio Solar,16 buah jerigen kapasitas 35 liter yang berisikan BBM jenis Bio Solar, 54 buah jerigen kosong, 4 buah selang plastik, 1 unit mobil truk tongkang merk Nissan CK warna Merah beserta kunci kontak, 1 unit mobil truk tongkang merk Mercy warna orange nomor polisi BA 8534 AO serta kunci kontak, dan 1 unit mobil jenis minibus merk Toyota Avanza warna silver nomor polisi BA 1659 QH beserta kunci kontak.
Modus operasi yang dilakukan para tersangka menurut Satake adalah melakukan pembelian BBM yang disubsidi oleh pemerintah berupa bahan bakar minyak jenis bio solar ke SPBU Bandar Buat menggunakan mobil truk dengan tangki yang sudah dimodifikasi. Kemudian dipindahkan ke dalam jerigen untuk dijual kembali.
Para tersangka melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang diubah Pada Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar," ujar Satake.