Rabu 08 Jun 2022 13:26 WIB

Putusan AKBP Brotoseno tidak Dipecat Polri Ditinjau Ulang

Kapolri mengakui, putusan sidang etik terhadap AKBP Brotoseno patut dipertanyakan.

Terdakwa kasus suap pengurusan penundaan panggilan pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan, AKBP Brotoseno mengikuti sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/6). Putusan sidang etik Polri yang tidak memecat AKBP Raden Brotoseno akan ditinjau ulang oleh Kapolri. (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Terdakwa kasus suap pengurusan penundaan panggilan pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan, AKBP Brotoseno mengikuti sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/6). Putusan sidang etik Polri yang tidak memecat AKBP Raden Brotoseno akan ditinjau ulang oleh Kapolri. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Nawir Arsyad Akbar

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Komisi Kode Etik Polri untuk melakukan peninjauan ulang atas putusan sidang kode etik terhadap mantan narapidana korupsi AKBP Raden Brotoseno. Perintah Sigit tersebut, sebagai respons dari Polri atas aspirasi publik, yang mendesak kepolisian untuk memecat Brotoseno lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi, bahkan pemerasan.

Baca Juga

“Selaku Kapolri, untuk meminta adanya adanya peninjauan kembali, atau pelaksanaan sidang peninjauan kembali terhadap AKBP Brotoseno,” kata Jenderal Sigit kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/6/2022).

Kapolri mengakui, putusan sidang etik terhadap AKBP Brotoseno patut dipertanyakan. Karena, hasil putusan tanpa memberikan sanksi berat itu, bukan cuma mencoreng penilaian publik terhadap institusi Polri. Tetapi, kata dia, juga mencederai rasa keadilan masyarakat.

Untuk itu, Sigit menjelaskan, perlu ada mekanisme internal memastikan, setiap putusan etik dari internal Polri, mampu menjawab keadilan bagi masyarakat. Masalahnya, Sigit menerangkan, putusan pelanggaran kode etik mengacu pada dua aturan Polri yang tak memberikan ruang adanya peninjauan kembali.

Sebagai tahap awal penuntasan masalah itu, Kapolri memerintahkan untuk mengubah Peraturan Polri 14/2011 tentang Kode Etik Polri dan 19/2012 tentang Komisi Kode Etik Polri. 

“Karena memang di dalam Perkap yang lama, Perkap 14, dan Perkap 19 memang tidak ada mekanisme untuk melakukan hal-hal terhadap suatu putusan yang terkait dengan kode etik yang dirasa mencederai rasa keadilan publik,” ujar Sigit.

Kapolri menebalkan, khususnya terkait dengan pelanggaran-pelanggaran kode etik, dan disiplin anggotanya, yang terbukti terlibat dalam praktik-praktik tindak pidana korupsi (tipikor). Sebab itu, Kapolri menginstruksikan tahap awal upaya peninjauan kembali itu, dengan melakukan revisi, dua aturan internal Polri tersebut.

Dalam rencana amandemen tersebut, Kapolri meminta agar ada klausul yang dapat memastikan adanya peninjauan kembali atas putusan-putusan sidang kode etik Polri yang dinilai keliru, dan dinilai masyarakat tak adil.

“Saat ini sedang berproses, dan dalam waktu dekat, Perpol tersebut dapat selesai. Dan tentunya, ini akan membuka ruang kepada saya selaku Kapolri untuk meminta peninjauan kembali atau pelaksanaan peninjauan kembali terhadap putusan sidang etik AKBP Brotoseno,” kata Sigit.

Sebelumnya, gelombang reaksi publik dan pegiat antikorupsi, mengecam keputusan Polri yang tetap mempertahankan status keanggotaan AKBP Brotesono sebagai anggota Korps Kepolisian. Brotoseno, seorang perwira Polri yang pernah menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat bertugas di KPK, Brotoseno adalah salah satu penyidik yang menangani kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang yang memenjarakan politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh.

Brotoseno, juga pernah menjabat sebagai Kepala Unit III Subdit-III pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Mabes Polri. Pada 2016, Brotoseno ditangkap Propam Polri, karena menerima uang senilai Rp 1,9 miliar.

Uang tersebut terbukti di pengadilan sebagai praktik pemerasan dalam penyidikan korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar). Terkait kasus tersebut, pengadilan memvonis Brotoseno 5 tahun penjara. Pada 2018, ia bebas setelah mendapatkan remisi.

Meskipun kasus tersebut menyeret AKBP Brotoseno ke sel pemenjaraan, namun statusnya sebagai anggota kepolisian tetap dipelihara. Polri tak memecatnya dari keanggotaan Korps Bhayangkara.

Padahal, Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) pada 2020 sudah memutuskan AKBP Brotoseno bersalah melakukan perbuatan tercela. Kadiv Propam Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo menerangkan, Sidang KEPP menyatakan, AKBP Brotoseno, melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf a, Pasal 13 ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri 14 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Dengan putusan tersebut, kata Sambo, sidang etik, dan profesi, mewajibkan AKBP Brotoseno menyatakan permohonan maaf kepada petinggi Polri, dan Sidang KEPP. “Sebagai pelaku perbuatan tercela, kewajiban pelanggar (AKBP Brotoseno) untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KEPP, dan atau secara tertulis kepada Pemimpin Polri,” begitu kata Irjen Sambo, Selasa (31/5/2022).

Akan tetapi kata Sambo, Sidang KEPP tak memutuskan untuk memecat AKBP Brotoseno.

“Putusan Sidang KEPP merekomendasikan AKBP R Brotoseno untuk dipindahtugaskan ke jabatan yang berbeda yang bersifat demosi,” begitu sambung Sambo.

Sambo menerangkan, alasan Sidang KEPP tak memutuskan untuk memecat AKBP Brotoseno lantaran pertimbangan karier, dan kualitas kinerja. “AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri, dengan berbagai pertimbangan prestasi, dan perilaku selama berdinas di kepolisian,” begitu kata Sambo.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement