REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, memprediksi tren perilaku koalisi partai di Pemilu 2024 mendatang alami perubahan. Perubahan pertama, partai politik akan terdorong untuk membuat koalisi lebih dini.
Menurutnya, ada sejumlah hal yang memengaruhi perubahan ini. Yakni, saat ini relatif saat ini dari sisi kandidat, banyak yang berpotensi atau kandidat potensial yang dicalonkan partai partai politik. Baik kandidat yang berada di lapis pertama, atau lapis kedua, atau lapis ketiga.
"Jadi partai punya banyak pilihan untuk mencalonkan kira-kira siapa yang akan mereka dukung dalam kontestasi pilpres mendatang," kata Arya dalam sebuah diskusi daring bertajuk 'Manuver Koalisi Partai Menjelang Pemilu Presiden: Motivasi dan Resiliensi', Rabu (8/6/2022).
Arya juga memprediksi elite partai akan menjadi faktor penting dalam mempengaruhi peta koalisi ke depan. Hal tersebut berbeda dengan pilpres sebelumnya dimana faktor kandidat menjadi penting. "Misalnya pemilu 2014 dan 2019 itu faktor kandidat menjadi penting," ujarnya.
Selain itu Arya juga memprediksi soliditas koalisi akan sangat terpengaruh oleh hasil pemilu legislatif. Sebab hal tersebut akan ikut mempengaruhi peta pencalonan yang akan datang.
"Koalisi dini ini juga konsistensi mereka, soliditas mereka juga akan terpengaurh hasil pileg, karena itu akan mempengaruhi juga bagaimana peta pencalonan dalam pilkada mendatang," ujarnya.
Arya menyebut tren di atas penting karena ia memprediksi partai akan mendorong untuk membuat prediksi lebih awal. Karena menurutnya Pilpres 2024 kali ini banyak calon presiden yang potensial. "Beda dengan situasi sebelumnya di mana koalisi terjadi pada menit-menit akhir sebelum pelaksanaaan pemilihan calon presiden," ungkapnya.