REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Rizky Jaramaya
Korea Utara (Korut) tengah dihadapkan oleh wabah demam hingga kasus Covid-19 pertama yang dilaporkan belum lama ini. Warga Korut kini menghadapi rintangan sulit untuk setidaknya mendapatkan suntikan vaksin Covid-19.
Kurangnya penyimpanan, kekurangan sumber daya kronis, dan staf medis yang tidak terlatih hingga transportasi untuk menjangkau pusat vaksinasi, bahkan jika adanya bantuan internasional menjadi tantangan baru bagi 25 juta penduduknya. Korut belum menanggapi tawaran bantuan vaksin dari Korea Selatan (Korsel) maupun program berbagi vaksin (dose sharing) internasional.
Namun menurut pejabat Korsel, Korut lebih memilih Moderna dan Pfizer buatan Amerika Serikat (AS), daripada vaksin Sinovac dari China atau Astrazeneca dari Inggris-Swedia. Kedua vaksin AS mengandalkan teknologi yang dikenal sebagai mRNA, dan membutuhkan penyimpanan super dingin. Sedangkan vaksin Sinovac atau AstraZeneca dapat diangkut dan disimpan pada suhu lemari es normal.
"Vaksin modern dan Pfizer memerlukan sistem penyimpanan suhu rendah, yang tidak dimiliki Korea Utara," kata Direktur Institut Studi Kesehatan dan Unifikasi di Universitas Nasional Seoul, Moon Jin-soo. "Ini akan membutuhkan satu ton bahan tambahan untuk menggunakannya untuk inokulasi," ujarnya menambahkan.
Pejabat Korsel mempertanyakan apakah Korut memiliki akses ke sistem penyimpanan semacam itu atau tidak. Pada Maret, Dewan Keamanan PBB memberikan pengecualian sanksi kepada UNICEF untuk mengirimkan peralatan "rantai dingin" tersebut ke Korut untuk membantu vaksinasi.
Barang-barang itu termasuk tiga ruang pendingin untuk penyimpanan vaksin imunisasi rutin. Namun tidak segera dikonfirmasi apakah mereka telah dikirim di tengah pembatasan perbatasan yang ketat yang diperintahkan Kim Jong-un.
Menurut laporan Tinjauan Nasional Sukarela terbaru Korut yang dipresentasikan kepada PBB tahun lalu, hanya 34,6 persen penduduknya yang memiliki akses listrik, dan jalan serta rel kereta api negara itu secara umum, tidak dalam kondisi standar. Mengingat kondisi tersebut, hanya beberapa kota yang dapat menampung unit penyimpanan dingin. Sementara itu mengenai tenaga medis, negara tersebut juga sangat kekurangan.
"Anda memerlukan sistem dan ahli medis terlatih untuk mendistribusikan dosis dan penyuntikan suntikan. Saya ragu Korea Utara memilikinya," kata profesor penyakit menular di Fakultas Kedokteran Universitas Hallym Korsel, Jacob Lee.
Korut telah menginokulasi anak-anak untuk penyakit seperti TBC dengan bantuan organisasi internasional. Namun badan-badan bantuan PBB dan sebagian kelompok bantuan lainnya telah menarik diri dari negara itu di tengah penutupan perbatasan yang diperpanjang.
Menteri Luar Negeri Korsel Park Jin mengatakan pada Selasa (17/5/2022) bahwa dia akan meminta pembebasan sanksi dari Washington untuk mengirim peralatan yang dibutuhkan ke Korut jika diminta. "Yang paling penting adalah kecepatan," kata Shin Young-jeon, seorang profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Hanyang di Seoul. "Virus ini sudah menyebar dengan cepat, dan tanpa vaksinasi dan pembangunan kekebalan yang cepat, jumlah kematian bisa melonjak ke tingkat yang tidak terkendali," katanya, dilansir dari Reuters, Rabu (18/5/2022).
Krisis akibat ledakan Covid-19 membuat Korut mengirim pesawat ke China untuk mengambil pasokan medis di tengah merebaknya pandemi Covid-19 di negara yang dipimpin Kim Jong-un itu. Menurut media Korsel, tiga pesawat Air Koryo dari Korut diterbangkan ke kota Shenyang China pada Senin (16/5/2022).
Pesawat itu terbang kembali dengan pasokan medis pada hari berikutnya. "Mereka dapat mengoperasikan penerbangan tambahan karena jumlah yang mereka kirimkan kali ini tampaknya tidak cukup," kata Yonhap mengutip sebuah sumber, merujuk pada Korut dalam laporan yang dirilis Selasa.
Penerbangan ini merupakan penerbangan internasional pertama dari Korut sejak pandemi Covid-19 dimulai lebih dari dua tahun lalu. Korut kini bergulat dengan wabah Covid-19 pertama yang diakui negaranya beberapa hari lalu.
Konfirmasi kasus Covid-19 pertama dari negara terisolasi itu memicu kekhawatiran tentang krisis kesehatan besar karena kurangnya vaksin dan infrastruktur medis yang memadai. Seorang juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan tidak mengetahui laporan media dan tidak merinci bantuan apa pun ke Korut.
China sebelumnya mengatakan akan membantu Korut memerangi pandemi jika diminta. NK News yang berbasis di Korea Selatan juga mengatakan citra satelit menunjukkan aktivitas yang tidak biasa di sekitar bandara internasional di ibukota Pyongyang pada Ahad sebagai tanda kemungkinan persiapan untuk penerbangan.
Korut melaporkan melalui KCNA total 1,48 juta orang dengan gejala demam pada Senin malam. Namun media tersebut tidak menyebutkan jumlah orang yang dinyatakan positif Covid-19.
Markas besar pencegahan epidemi darurat negara melaporkan 269.510 orang dengan gejala demam. Sementara jumlah kematian bertambah menjadi 56 pada Senin (16/5/2022) malam. Dalam laporan KCNA, tidak disebutkan berapa banyak orang yang dinyatakan positif Covid-19.
Beberapa anggota senior dari politbiro Partai Buruh yang berkuasa melakukan sidak apotek dan kantor manajemen obat-obatan untuk memeriksa pasokan dan permintaan. KCNA mengatakan, mereka melakukan sidak setelah Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un mengkritik distribusi obat-obatan yang tidak efektif.
"Mereka menyerukan agar dibuat aturan yang lebih ketat dalam menjaga dan menangani kesehatan, dengan tetap menjaga prinsip mengutamakan permintaan dan kenyamanan masyarakat," kata KCNA.
Berbagai sektor ekonomi nasional mempertahankan produksi dan konstruksi, sambil mengambil langkah-langkah anti-virus secara menyeluruh. Kim telah memerintahkan agar aktivitas terbatas diizinkan di setiap kota dan kabupaten.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa virus corona dapat menyebar dengan cepat di Korut. Sejauh ini Korut tidak memiliki program vaksinasi Covid-19 dan menolak bantuan internasional.
Korea Selatan menawarkan untuk mengirim pasokan medis, termasuk vaksin, masker dan alat tes, serta kerja sama teknis. Tetapi Korea Utara belum menerima tawaran itu. Departemen Luar Negeri AS prihatin dengan potensi dampak wabah pada warga Korea Utara. Amerika Serikat mendukung bantuan vaksin ke Korut.
"Untuk tujuan ini, kami sangat mendukung dan mendorong upaya AS dan organisasi bantuan dan kesehatan internasional dalam upaya mencegah dan menahan penyebaran Covid-19, dan memberikan bantuan kemanusiaan lainnya kepada kelompok rentan di negara ini (Korea Utara)," kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS.