Kamis 12 May 2022 09:07 WIB

Perludem Kritik Keras Dirjen Otda Kemendagri Jadi Penjabat Gubernur

Akmal Malik merangkap jabatan dirjen otda Kemendagri dan pj gubernur Sulawesi Barat.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Erik Purnama Putra
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menjadi penjabat gubernur Sulawesi Barat.
Foto: Republika/Prayogi
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menjadi penjabat gubernur Sulawesi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengkritik keras penunjukan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri) Akmal Malik menjadi penjabat (pj) gubernur Sulawesi Barat. Pasalnya, pj gubernur dan dirjen otda merupakan posisi strategis.

"Saya di Perludem merekomendasikan agar pejabat itu dibebastugaskan dari jabatan utamanya, selama yang bersangkutan menjadi penjabat kepala daerah," ujar Titi saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (11/5).

Menurut dia, dirjen otda Kemendagri memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar menjelang penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak nasional 2024. Apabila pj tersebut diberi amanat memimpin daerah untuk waktu cukup lama dan beririsan dengan pelaksanaan tahapan pemilu dan pilkada, sambung dia, dikhawatirkan kinerjanya tidak optimal.

Sesuai siklus pilkada lima tahunan, pada 2022 terdapat 101 daerah yang seharusnya terjadwal menyelenggarakan pilkada, meliputi tujuh provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Sementara, pada 2023 semestinya dilaksanakan pilkada di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 38 kota.

Namun, untuk melaksanakan keserentakan pilkada secara nasional pada 2024, imbasnya pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan. Hal itu mengakibatkan kekosongan jabatan kepala daerah definitif di daerah-daerah tersebut.

Untuk mengisi kekosongan jabatan pemimpin daerah tersebut, pemerintah pusat mengangkat penjabat dari aparatur sipil negara. Pj gubernur diambil dari kalangan pejabat pimpinan tinggi madya, sedangkan penjabat bupati/wali kota berasal dari pj pimpinan tinggi pratama yang memenuhi syarat.

Namun, kata Titi, persoalannya tidak sesederhana sekadar menempatkan para pejabat aparatur sipil negara tersebut untuk menjadi pj kepala daerah. Peniadaan pilkada 2022 dan 2023 membuat daerah-daerah akan dipimpin pj yang notabene tidak dipilih langsung oleh rakyat sampai kepala daerah definitif hasil pilkada 2024 dilantik.

"Belum lagi spekulasi soal resentralisasi pengisian kepemimpinan daerah melalui penempatan penjabat oleh pemerintah pusat. Maupun rumor posisi penjabat yang ditengarai rentan dipolitisasi dan sarat kepentingan politik untuk agenda pemenangan Pemilu 2024," kata Titi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement