Rabu 04 May 2022 11:19 WIB

Merasakan Ramadhan Setiap Hari

Orang yang lulus dalam Ramadhan, ia akan menjadikan seluruh hidupnya berpuasa.

Orang-orang menyalakan suar saat mereka merayakan malam Idul Fitri, hari libur yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan, di sebuah jalan di Jakarta, Ahad, 1 Mei 2022.
Foto:

Diterimanya amal ibadah selama Ramadhan menjadi yang paling utama, karena rasululloh pernah bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” [HR Ath-Thabroniy). Begitu pula dalam hadist lain, Rasulullah menyebutkan betapa banyak orang yang melakukan Qiyamul Ramadhan (tarawih), tapi mereka hanya mendapatkan  rasa lelah dan penat. Apakah kita termasuk golongan orang-orang yang seperti itu?

Ketika memasuki Ramadhan, kita sudah diingatkan oleh nabi, ada sekelompok orang yang celaka, yaitu orang menjalani Ramadhan, tapi ampunan Alloh tak kunjung tiba menjumpainya.  Fudholah bin ‘Ubaid pernah mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku satu amalan kebaikan sebesar biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya, karena Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al Maidah: 27)”

Mereka selalu memohon kepada Alloh, selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Kemudian enam bulan sisanya, mereka memohon kepada Allah agar amalan mereka diterima. Lalu, apa ukurannya bahwa semua ibadah kita selama Ramadhan diterima oleh Allah Ta'ala? Jika selama Ramadhan, kita begitu dimudahkan untuk membaca Alquran dan mengkhatamkannya, shalat berjamaah di masjid dan berbagai shalat sunnah lainnya, serta bersedekah, maka begitulah seharusnya di luar Ramadhan, kita mampu mempertahankannya. Tapi, apakah kondisinya sebaliknya, gairah beribadah melemah dan cahaya iman meredup.  

Ramadhan dijadikan momentum pembinaan mental spiritual, yang hasilnya berlanjut di luar Ramadhan. Karena itu, sukses Ramadhan terletak pada bulan-bulan selanjutnya. Apakah masih istiqomah dalam ibadah dan berbagai amal sholeh?  Rasululloh tak membeda-bedakan waktu beramal kebaikan.

Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadist, pada suatu ketika, Alqamah pernah bertanya pada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha mengenai amal ke seharian Rasulullah, Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal? Aisyah menjawab, Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Jika beliau beramal, beliau selalu terus-menerus melakukannya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam sebuah ceramah Ramadhan, Ustadz Bachtiar Nasir pernah mengingatkan janganlah kita menjadi penghamba Ramadhan, seolah-olah Allah hanya berhak disembah pada bulan Ramadhan. Karena itulah, Jangan katakan selamat tinggal Ramadhan. Tapi, katakanlah "telah selesai masa pembekalan, maka saatnya masa pengamalan" Alloh Azza wa Jalla telah berfirman, “Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).

Menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dengan al yaqin dalam ayat ini adalah kematian. Ajal adalah sesuatu yang pasti terjadi, tidak ada seorang pun yang bisa menghindarinya. Sementara al Zujaaj mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah sembahkan Allah selama-lamanya, dan jangan mengatakan sembahkan Allah pada waktu tertentu. Beribadah itu bukan musiman, tapi harus terus menerus, bahkan amalan yang dicintai oleh Alloh Ta'ala,  sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululloh adalah amalan yang kontinu (terus menenerus) walaupun itu sedikit (HR Muslim).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement