Senin 25 Apr 2022 18:51 WIB

Perintah Netral dalam Pengungkapan Dugaan Korupsi Minyak Goreng

Tim penyidikan Kejagung diminta tak terpengaruhi oleh isu politik minyak goreng.

Sejumlah pekerja memasukkan minyak goreng curah ke dalam jeriken di salah satu toko di Kelurahan Kemandungan, Tegal, Jawa Tengah, Senin (25/4/2022). Warga harus antre hingga lima jam untuk membeli minyak goreng curah seharga Rp15.500 ribu per liter yang pembeliannya juga dibatasi sebanyak 10 liter per orang.
Foto:

Dalam kasus ini, Kejagung, pada Selasa (19/4/2022) menetapkan empat orang tersangka. Mereka adalah Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), yang ditetapkan sebagai tersangka selaku Direktorat Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri pada Kemendag.

Tiga tersangka lainnya, adalah pihak swasta. Yakni, Stanley MA (SMA) yang ditetapkan tersangka selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG). Master Parulian Tumanggor (MPT), ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI). Dan Pierre Togar Sitanggang (PTS), yang ditetapkan tersangka selaku General Manager di Bagian General Affair pada PT Musim Mas.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi pernah menjelaskan, konstruksi besar dugaan korupsi PE minyak goreng di Kemendag itu, berawal dari aturan pemerintah, terkait dengan 20 persen kewajiban pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri (DMO), dan ketentuan harga penjualan di dalam negeri (DPO) atas komoditas CPO dan turunannya. Aturan tersebut, syarat mutlak bagi para produsen CPO, dan turunannya, untuk mendapatkan PE CPO dan turunannya ke luar negeri.

Akan tetapi, dikatakan Supardi, dari penyidikan terungkap, adanya semacam persekongkolan, menganulir aturan DMO, dan DPO itu oleh perusahaan-perusahaan para tersangka, sejak Januari 2021, sampai Maret 2022. Dikatakan, tersangka IWW, sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri di Kemendag, yang memegang kendali penerbitan PE, dituding berkomunikasi intens, dengan tersangka MPT, SMA, dan PTS, agar perusahaan-perusahaan mereka, yang melanggar ketentuan DMO dan DPO, mendapatkan PE CPO dan turunannya.

Hal tersebut diyakini menjadi salah satu penyebab terjadinya kelangkaan, dan pelambungan harga tinggi komoditas minyak goreng di saentero negeri, yang terjadi sejak akhir 2021 lalu. Sebab, perusahaan-perusahaan tersebut, dengan sepihak melepas hasil produksinya ke luar negeri, untuk mencari keuntungan sendiri, tanpa ada kewajiban memenuhi kebutuhan di dalam negeri yang menjadi syarat penerbitan izin ekspor tersebut.

Belakangan, pengungkapan kasus tersebut memunculkan isu-isu politik yang liar. Sejumlah politikus mengatakan, dugaan korupsi yang terjadi dalam PE CPO dan turunannya itu, terkait dengan kegiatan pencarian dana untuk kampanye penundaan Pemilu 2024.

Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, kemarin menyampaikan, adanya informasi yang ia terima terkait dengan sejumlah perusahaan-perusaaan produsen minyak goreng, yang memilih melepaskan produk minyak gorengnya ke luar negeri, untuk membiayai aksi-aksi, dan kampanye mendukung perpanjangan masa jabatan presiden.

photo
Negara produsen minyak terbesar dunia. - (Tim infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement