Kamis 21 Apr 2022 15:51 WIB

SMRC: PDIP Cenderung akan Berkoalisi dengan NU di Pilpres

Dalam sejarahnya, PDIP selalu menggandeng tokoh NU di pilpres.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Founder Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani memberikan pemaparan dalam diskusi yang bertemakan Protes Sosial dan Legimitasi Kepemimpinan Nasional yang digelar di Jakarta, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Founder Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani memberikan pemaparan dalam diskusi yang bertemakan Protes Sosial dan Legimitasi Kepemimpinan Nasional yang digelar di Jakarta, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), Saiful Mujani menjelaskan adanya sejumlah faktor dalam penentuan koalisi untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Salah satu faktornya adalah organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU).

Faktor NU, jelas Saiful, sudah menjadi salah satu pertimbangan koalisi bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Hal itu terlihat dari kontestasi nasional sebelumnya, ketika partai berlambang kepala banteng itu selalu menggandeng tokoh dari NU.

Baca Juga

"Dalam sejarahnya Ibu Mega cenderung akan berkoalisi dengan tokoh-tokoh dari Nahdlatul Ulama. Pada 2004 dulu, Ibu Mega berkoalisi dengan Hasyim Muzadi menjadi calon wakilnya," ujar Saiful dalam sebuah diskusi, Kamis (21/4/2022).

Hal tersebut kembali terjadi pada Pilpres 2014 dan 2019, ketika PDIP mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden. Dalam dua kontestasi tersebut, PDIP kembali memasangkan capresnya dengan tokoh NU, yakni Muhammad Jusuf Kalla dan Ma'ruf Amin.

"Di 2014 Pak Jusuf Kalla juga tokoh NU, kemudian di 2019 Pak Jokowi dengan Pak Ma'ruf Amin tokoh NU. Jadi unsur ini (NU) begitu penting akan mempengaruhi pola-pola koalisi," ujar Saiful.

PDIP sendiri dapat menjadi poros sendiri dalam Pilpres 2024, karena perolehan suara pada Pemilu 2019 yang sudah mencapai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen. Namun hal tersebut dinilainya tak akan terjadi, karena PDIP harus setidaknya memiliki unsur religius dalam koalisinya.

"PDIP bisa dengan PPP, PAN. Karena threshold yang tinggi, maka pasangan calon presiden dan wakil presiden maksimal hanya empat, kalau PDIP tidak berkoalisi. Kalau berkoalisi maka maksimal hanya tiga," ujar Saiful.

Kendati demikian, ia menilai bahwa faktor komunikasi elite PDIP akan mempengaruhi terbentuknya koalisi atau tidak. Pasalnya, ia melihat adanya sejarah konflik antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Partai Nasdem dan Demokrat.

"Faktor kemampuan komunikasi, kemudahan komunikasi, suasana kebatinan akan mempengaruhi nantinya formasi daripada koalisi," ujar Saiful.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement