REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muhammadiyah Najib Burhani menyebutkan, dalam konteks berbangsa dan bernegara Ki Bagus Hadikusumo memiliki loyalitas tinggi dan bangga identitas budayanya. "Ki Bagus sosok pemimpin keagamaan yang tidak mempertentangkan antara agama dengan kepentingan kebangsaan hanya demi kepentingan golongannya, justru memiliki pandangan ke depan untuk bangsa Indonesia," kata Najib di Jakarta, Rabu (21/4/2022).
Menurut dia, Ki Bagus merupakan sosok aktivis keagamaan. Meski begitu, ia bisa menjadi aktivis negarawan yang baik dan justru tidak mendikotomikan antara kepentingan agama dengan kepentingan kebangsaan. "Beliau orang yang bisa menghargai keberagaman, bisa menempatkan diri di mana dia berasal, tidak malu dengan identitasnya dan justru mengenalkan kulturnya di konteks nasional dan internasional," tutur Najib.
Peneliti BRIN tersebut menjelaskan, sosok Ki Bagus Hadikusumo adalah seorang yang memiliki visi menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan beragam. Keberagaman tersebut yang harusnya dibanggakan dan dengan keberagaman beragama tidak patut dijadikan alasan bagi untuk tidak menjadi bangsa yang maju.
"Maka dari itu, visi beliau terhadap bangsa Indonesia ini adalah tempat kita untuk hidup dalam keberagaman latar belakang sekaligus tempat menunjukkan berbagai kemampuan kreativitas demi mengharumkan nama bangsa Indonesia," ujar Najib.
Sehingga, ia tidak melupakan dari mana dia berasal, tidak lupa pada akarnya tetapi punya visi bagaimana membangun bangsa ini menjadi tempat hidup bersama dari umat yang beragam. Bangsa Indonesia tempat setiap orang membangun kesepakatan bersama dan tempat menunjukkan karya terbaik yang dimilik.
Sebagai pemimpin organisasi modernis Islam dengan semangat nasionalismenya untuk kemajuan bangsa, Ki Bagus tetap melekat tentang kearifan lokal yang dapat dilihat dari cara beliau berpakaian."Ki Bagus Hadikusumo sosok yang unik dan menarik, sebagai pemimpin organisasi modernis Islam di Indonesia, yang nasionalis dan tetap mengadopsi nilai-nilai kultural dari tempat kelahirannya," ucap Najib.
"Prinsip dia jangan sampai apa yang disebut modernisme keislaman itu memisahkan dari kulturnya. Tetapi bagaimana dia immerse menyerap dengan tradisi yang ada dan kemudian itu tidak menghalangi aktivitasnya dalam konteks kebangsaan dan keislaman," kata Najib melanjutkan.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
