REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) telah menetapkan empat orang tersangka terkait dugaan praktik mafia minyak goreng. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menginstruksikan agar praktik mafia minyak goreng ini diusut tuntas.
“Kemarin Kejagung sudah menetapkan empat tersangka urusan minyak goreng ini. Dan saya minta diusut tuntas sehingga kita bisa tahu siapa ini yang bermain, ini bisa ngerti,” kata Jokowi usai peninjauan di Pasar Bangkal, Kabupaten Sumenep, yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (20/4).
Menurut Jokowi, memang ada permainan terkait masalah minyak goreng ini. Sebab, hingga saat ini stok dan harga minyak goreng masih bermasalah meskipun pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan.
Jokowi mengatakan, kebijakan yang ditetapkan seperti penetapan HET untuk minyak goreng curah dan juga pemberian subsidi ke produsen pun masih belum efektif di pasar. Bahkan, kata dia, harga minyak goreng curah masih banyak yang belum sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah.
“Misalnya penetapan HET untuk minyak curah, kemudian subsidi ke produsen, ini kita lihat sudah berjalan berapa minggu ini belum efektif. Di pasar saya lihat minyak curah banyak yang belum sesuai dengan HET yang kita tetapkan, artinya memang ada permainan,” kata Jokowi.
Jokowi ingin, harga minyak goreng di pasaran kembali mendekati normal, meskipun pemerintah juga telah memberikan subsidi BLT minyak goreng kepada masyarakat. Namun demikian, ia memahami, kenaikan harga minyak goreng ini juga dipengaruhi oleh harga di pasar global yang sangat tinggi. Sehingga para produsen lebih cenderung untuk melakukan ekspor minyak goreng.
Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan empat orang tersangka terkait dugaan praktik mafia minyak goreng. Keempat tersangka tersebut adalah Indrasari Wisnu Wardahana (IWW), Stanley MA (SMA), Master Parulian Tumanggor (MPT), dan Pierre Togar Sitanggang (PT).
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, keempat tersangka tersebut menjadi salah satu penyebab kelangkaan dan pelambungan harga tinggi minyak goreng di pasaran sejak Januari 2021 sampai Maret 2022. Burhanuddin mengungkapkan, IWW ditetapkan tersangka selaku pejabat negara eselon satu yang menduduki kursi Direktorat Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Sementara, SMA ditetapkan tersangka selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG). MPT ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia. Dan PT ditetapkan tersangka selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Burhanuddin menegaskan, penetapan keempat tersangka ini bakal berlanjut dengan pengungkapan aktor-aktor lain penyebab kelangkaan dan kenaikan harga tinggi minyak goreng di masyarakat. Ia menjanjikan penyidikan yang tuntas terkait dengan permainan kotor dalam industri crude palm oil (CPO) dan turunannya ini.
“Hari ini adalah langkah hadirnya negara untuk mengatasi, dan membuat terang apa yang sebenarnya terjadi tentang kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021 lalu,” kata dia, saat konfrensi pers di Gedung Kejakgung, Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Dari hasil penyidikan, terungkap adanya komunikasi antara perusahaan produsen CPO dan turunannya itu dengan pihak-pihak di Kemendag. Komunikasi tersebut meminta agar Kemendag memberikan dan menerbitkan izin ekspor terhadap sejumlah produsen CPO dan eksportir minyak goreng.
Menurut Jaksa Agung, diketahui para perusahaan pemohon izin ekspor tersebut tak menjalankan perintah undang-undang dan aturan pemerintah tentang syarat dan kewajiban korporasi dalam produksi CPO dan turunanya. Padahal, perintah dalam aturan tersebut menjadi syarat utama dalam penerbitan izin ekspor.
Burhanuddin melanjutkan, pihak-pihak perusahaan tak mengindahkan syarat pendistribusian CPO dan turunannya agar sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri (DPO). Juga, kewajiban perusahaan mendistribusikan 20 persen hasil produksi minyak goreng sebagai salah satu turunan CPO untuk diedarkan memenuhi kebutuhan rakyat di pasar dalam negeri.
“Adanya permufakatan jahat antara pemohon dan pemberi izin dalam proses persetujuan ekspor tersebut. Dan dikeluarkannya izin ekspor kepada eksportir CPO dan turunannya yang seharusnya itu ditolak,” katanya.