REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI mempertanyakan sekaligus mengkritik keras diterbitkanya SK Nomor 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tertanggal 5 April 2023 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada sebagian hutan negara yang berada pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten. SK tersebut lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya bagi masyarakat.
"Fraksi PPP menilai, dengan dilaksanakannya ketentuan dalam SK ini, akan berakibat lahan perhutani berkurang dan berdampak pada nasib karyawan perhutani," kata Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi, Ahad (17/4/2022).
Baidowi mengatakan kebijakan tersebut berpotensi terjadi konflik horizontal dengan masyarakat lantaran tata batas yang belum jelas. Selain itu, akan terjadi kekosongan pengelola pasca KHDPK di areal yang 1 juta ha, terutama terkait kerjasama antar masyarakat dengan perhutani dalam bentuk LMDH (Lembaga Desa Masyarakat Hutan).
"Dengan diambilnya sebagian kawasan hutan dan akan distribusikan dalam bentuk perhutanan sosial, maka dikhawatirkan kawasan yang tadinya hutan akan habis dan beralih jadi rumah, pemukiman, kebun dan lain-lain. Padahal fungsi hutan salah satunya memiliki fungsi ekologi, yaitu untuk menjaga tata kelola air. Sehingga dalam jangka panjang Pulau Jawa dikhawatirkan akan kekurangan air," ujarnya.
Fraksi PPP juga menilai pembagian lahan hutan tidak menjamin akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat apabila masyarakat tidak didampingi dan diarahkan. Ujung-ujungnya, lahan yang distribusikan akan dimiliki segelintir elite-elite lokal yang berkuasa dan memiliki kekuatan finansial lewat jual beli di bawah tangan
"Kami mencurigai ada tujuan tertentu dibalik terbitnya SK tersebut," ungkapnya.
Melihat hal di atas, Fraksi PPP mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar meninjau ulang dan mengevaluasi untuk menunda implementasi. Fraksi PPP bahkan juga mendesak agar SK tersebut dicabut.
"Fraksi PPP meminta Pemerintah agar dalam menyusun atau merumuskan kebijakan Kehutanan harus dilakukan dengan cermat dan terukur setelah sebelumnya dilakukan mitigasi penanganan konflik horizontal atau vertikal sedini mungkin guna meminimalisir dampak sosial yang mungkin akan terjadi," tutur pria yang akrab disapa Awiek tersebut.