Jumat 15 Apr 2022 09:01 WIB

Pengesahan RUU PPRT Didorong untuk Dipercepat

Selama 18 tahun lamanya RUU PPRT rak kunjung disahkan.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Indira Rezkisari
Mural mendukung Pengesahan RUU PPRT, PRT Butuh Perlindungan di Jembatan Kewek, Yogyakarta, Selasa (28/12). Mural dari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Yogyakarta itu untuk mendorong pemerintah agar segera menindaklanjuti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang sudah 17 tahun diajukan.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Mural mendukung Pengesahan RUU PPRT, PRT Butuh Perlindungan di Jembatan Kewek, Yogyakarta, Selasa (28/12). Mural dari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Yogyakarta itu untuk mendorong pemerintah agar segera menindaklanjuti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang sudah 17 tahun diajukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mendorong kementerian dan lembaga bergerak bersama mengawal pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang hingga saat ini masih belum jelas nasibnya. Selama 18 tahun, RUU ini mengendap di gedung parlemen.

Meski sudah disepakati sebagai inisiatif DPR, namun RUU yang diharapkan menjadi payung hukum dan perlindungan bagi PRT ini tak kunjung dibawa ke agenda pembahasan di sidang paripurna.

Baca Juga

“RUU PPRT sudah lama tertidur, saatnya kita bangunkan lagi. KSP siap memberikan dukungan penuh. Dan kami (KSP) sudah pengalaman mengawal UU TPKS yang baru disahkan 12 april kemarin,” kata Moeldoko, dalam rapat koordinasi percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT bersama Kemenaker, Kemenko PMK, KemenPPA, Kemenkumham, dan sejumlah lembaga, dikutip dari siaran pers KSP pada Jumat (15/4/2022).

Moeldoko mengatakan, RUU PPRT sangat diharapkan untuk mengisi kekosongan hukum perlindungan pekerja rumah tangga dan memberikan rasa aman kepada PRT dari tindakan diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan. Mengutip data Jala PRT, selama 2018-2020 tercatat ada 1.743 kasus kekerasan terhadap PRT.

“Data ini sudah menunjukkan Urgensi RUU PPRT untuk segera disahkan. Agar ada aturan yang jelas soal hak dan kewajiban bagi PRT, kepala keluarga, hingga lembaga-lembaga penyalurnya,” jelas Moeldoko.

Moeldoko pun mengakui tidak mudah mengawal percepatan pembahasan dan pengesahan sebuah Undang-Undang. Terlebih, jika UU tersebut dianggap marjinal dan tidak menguntungkan secara politik. Menurutnya, butuh kerja keras dan kolaborasi yang kuat antar kementerian dan lembaga, serta dukungan dari masyarakat sipil.

“Ini perlu gugus tugas yang melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat sipil. Segera dirumuskan manajemen pembentukannya. Untuk cara kerjanya, kita bisa mengadopsi bagaimana kerja tim Gugus Tugas RUU TPKS,” tambah Moeldoko.

Sebagai informasi, Kantor Staf Presiden sebelumnya telah menginisiasi pertemuan dengan berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS) dan Komnas Perempuan terkait pembahasan percepatan pengesahan RUU PPRT. KSP juga menggelar rapat-rapat koordinasi lintas K/L dan OMS yang mencuatkan pandangan tentang pentingnya pembentukan gugus tugas RUU PPRT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement