REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akhirnya menyerahkan kewenangan pengundangan kepada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Hal tersebut sudah disepakati dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dalam rangka perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ini aneh bin ajaib menurut saya, harusnya kita harus sadar dan sesadar-sadarnya. Kita tahu semua struktur yang ada untuk perundang-undangan itu ada di Kementerian Hukum dan HAM, saya tidak tahu Prof Benny (Riyanto) kerasukan apa tiba-tiba berubah," ujar anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Mayjen Mar (Purn) Sturman Panjaitan dalam rapat Panja Revisi UU PPP di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/4).
"Memang ini lembaga politik, absolutely yes, tapi jangan lupa yang dikatakan Pak Tobas itu. Kita harus melihat dari segi yuridisnya, kalau ini disepakati, kita tidak mengingkari apa yang sudah disepakati," ucap politikus PDIP itu.
Sebelum kesepakatan tersebut dibuat, Kemenkumham tak setuju jika kewenangan pengundangan diserahkan kepada Kemensetneg. Pasalnya, kementerian yang dipimpin oleh Pratikno itu tak memiliki tugas dan fungsi terkait pembentukan peraturan perundang-undangan.
Menkumham berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan berwenang melakukan pengundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
"Sekretariat Negara tidak punya sama sekali tugas dan fungsi terkait pembentukan peraturan perundang-undangan. Karena pengundangan merupakan tahapan dan di Setneg pun tidak ada nomenklatur perancangan peraturan perundang-undangan," ujar Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Benny Riyanto.
Awalnya, panja akan mengambil keputusan terkait daftar inventaris masalah (DIM) dengan sistem pemungutan suara atau voting. Benny kemudian mengubah pendapatnya dan setuju, DIM nomor 63 dapat disetujui dalam revisi UU PPP.
"Maka demi Bapak Presiden dan demi Pak Menteri Hukum dan HAM (Yasonna Laoly), saya ikut dengan pemerintah yang ada, sehingga tidak perlu divoting," ujar Benny.
Kewenangan terkait pengundangan terdapat di daftar inventarisasi masalah (DIM) nomor 64 dan 65 dalam Pasal 85. Dua DIM tersebut merupakan usulan pemerintah, di mana pada DIM 64 yang merupakan Pasal 85 Ayat 1 menjelaskan, pengundangan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
Sementara dalam DIM 65 yang merupakan PAsal 85 Ayat 2 berbunyi, "Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf d dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan."