Selasa 12 Apr 2022 20:00 WIB

Tujuh Muatan Progresif UU TPKS, Salah Satunya Restitusi Korban

Restitusi korban kekerasan seksual mengedepankan tanggung jawab pelaku.

Sejumlah anggota DPR bersorak ketika mengikuti rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4/2022). Rapat Paripurna DPR tersebut secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang.Prayogi/Republika.
Foto:

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pengesahan RUU TPKS menjadi undang-Undang berkat kolaborasi bersama seluruh elemen bangsa. Ia mengatakan, proses pembentukan UU TPKS menjadi model terobosan dalam penyusunan produk hukum yang progresif dan non-partisan.

“Model pelibatan berbagai pemangku kepentingan dan koordinasi intensif dengan DPR yang didorong oleh Gugus Tugas adalah best practice yang dapat diterapkan untuk proses pembentukan produk hukum lainnya,” kata Jaleswari.

Seperti diketahui, proses pembentukan RUU TPKS yang semula bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sudah bergulir sejak 2016 dan telah dilakukan percepatan di 2021 melalui Gugus Tugas Percepatan Pembentukan RUU TPKS yang terdiri dari unsur lintas kementerian dan lembaga.

“Pemerintah juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada DPR dan unsur masyarakat sipil yang telah menginisiasi dan turut mendorong percepatan pembentukan RUU TPKS hingga disahkan pada hari ini, juga atas kerja kolektif dan kolaboratif dari seluruh mitra strategis yang turut terlibat,” ujar Jaleswari.

“Jalan panjang pengesahan RUU TPKS menjadi UU TPKS berhasil ditempuh berkat kolaborasi bersama seluruh elemen bangsa, mulai dari legislatif, pemerintah, lembaga negara lainnya, masyarakat sipil, akademisi, bahkan yudikatif, yang keseluruhannya berikhtiar untuk membawa Indonesia keluar dari kedaruratan kekerasan seksual," kata Jaleswari dikutip dari siaran pers.

Ketua panitia kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya mengatakan, undang-undang tersebut adalah payung hukum yang berpihak kepada korban kekerasan seksual. Undang-undang tersebut juga bentuk komitmen negara memberikan rasa keadilan bagi korban.

"Negara hadir ketika restitusi tidak hadir, maka negara hadir dalam bentuk kompensasi, serta RUU ini memuat tentang dana bantuan korban. Ini adalah sebuah langkah maju bagaimana kita hadir dalam memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia," ujar Willy.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengapresiasi DPR yang melakukan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU TPKS. Menurutnya, RUU tersebut sebagai salah satu wujud nyata hadirnya negara dalam mengatasi permasalahan kekerasan seksual.

"Hadirnya undang-undang ini nantinya merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban," ujar Bintang.

UU TPKS juga merupakan payung hukum yang lebih baik dalam menindak pelaku kekerasan seksual. Tujuan lain dari aturan ini adalah untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang bebas dari kekerasan seksual.

photo
Perempuan rentan jadi korban kekerasan - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement