REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan meminta pemerintah untuk memberi perhatian terhadap kendala dan kesulitan yang dihadapi penerima vaksin sekali suntik. Hal ini lantaran banyak keluhan dari para penerima vaksin Janssen yang diperlakukan sama seperti penerima vaksin dua kali suntik.
Koordinator Koalisi, Hamid Abidin mengatakan, banyak laporan yang diterima Koalisi terkait kesulitan yang dialami penerima vaksin Janssen saat akan mengakses transportasi publik yang mensyaratkan adanya sertifikat vaksin dosis 1 dan 2. Akibatnya, saat hendak pergi ke luar kota dengan pesawat, kereta api, atau kapal laut, mereka diwajibkan untuk tes antigen karena dianggap belum mendapat vaksin dosis 2.
Untuk itu, pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada para pihak yang terlibat dalam vaksinasi bahwa penerima Vaksin Janssen berhak menerima booster. Terlebih, vaksin booster saat ini menjadi persyaratan untuk mudik.
"Jangan sampai mereka gagal mudik karena ditolak saat akan melakukan vaksin booster,” katanya, Jumat (8/4/2022).
Kementerian Kesehatan, sambung Hamid, juga perlu mensosialisasikan kekhasan vaksin Janssen dibanding vaksin-vaksin lain pada Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan di daerah, dan para pengelola transportasi pesawat, kereta, dan kapal laut yang mensyaratkan vaksinasi. Kesulitan kasus-kasus semacam itu terjadi karena kurangnya sosialisasi mengenai vaksin Janssen yang berbeda dari vaksin dua dosis umumnya.
Untuk itu, pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada para pihak yang terlibat dalam vaksinasi bahwa penerima vaksin Janssen berhak menerima booster.
"Jangan sampai karena ketidaktahuan mereka, para penerima vaksin Janssen terhambat dan terdiskriminasi pada saat mengakses transportasi publik, serta diharuskan menjalani tes antigen yang bisa jadi beban biaya tambahan bagi mereka” kata Hamid.
Koordinator tim vaksinasi disabilitas OHANA (Organisasi Harapan Nusantara), Nuning Suryatiningsih, mengatakan warga penerima vaksin Janssen di Waingapu, Sumba, NTT, kesulitan bepergian karena hanya menerima satu dosis vaksin. Mereka selalu ditanya tentang dosis 2 dan booster saat harus ke luar kota.
“Saat ingin mendapatkan vaksin dosis 2 dan menanyakan ke dinas kesehatan setempat, tapi tak ada jawaban menjadi solusi,” kata Nuning.
Oleh karena itu, Koalisi mendesak pemerintah mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa penerima vaksin Janssen tidak perlu vaksin dosis 2, sehingga berhak menerima booster dan berhak mengakses transportasi yang mensyaratkan adanya vaksin 1 dan 2. Pemerintah juga harus melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan para pihak yang terlibat dalam kegiatan vaksinasi untuk memastikan mereka memiliki pemahaman yang benar terhadap vaksin Janssen sebagai dosis tunggal dan tidak menolak saat penerima vaksin Janssen meminta atau mengakses booster.
"Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan Daerah dan pengelola transportasi yang mensyaratkan vaksinasi dosis 1 dan 2 (pesawat, kapal laut dan kereta api) agar tidak mendiskriminasi penerima vaksin Janssen dengan meminta mereka melakukan tes antigen saat menggunakan moda transportasi tersebut," tegas Hamid.
Pemerintah juga harus melakukan penyesuaian dan penyelarasan data vaksinasi dalam aplikasi PeduliLindungi dengan memberikan notifikasi bahwa penerima vaksin Janssen dianggap sudah menerima vaksin dosis 1 dan 2. Tak hanya itu, Koalisk juga mendesak adanya koordinasi dengan lembaga terkait dan dinas pelaksana di daerah untuk memastikan tidak ada lagi penolakan dan perlakuan diskriminatif terhadap penerima vaksin Janssen saat mereka akan melaksanakan vaksinasi dosis 3 (booster) dan saat mereka mengakses layanan publik yang mensyaratkan vaksinasi.