Kamis 07 Apr 2022 00:23 WIB

43 Persen Pelaku Industri akan Reduksi Tenaga Kerja Karena Teknologi

85 juta pekerjaan lama diproyeksikan akan hilang dan diikuti 90 juta pekerjaan baru.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolandha
Sebanyak 43 persen pelaku industri yang terindikasi akan melakukan reduksi jumlah tenaga kerja sebagai konsekuensi dari pilihan integrasi teknologi pada 2025 mendatang.
Foto: BSI
Sebanyak 43 persen pelaku industri yang terindikasi akan melakukan reduksi jumlah tenaga kerja sebagai konsekuensi dari pilihan integrasi teknologi pada 2025 mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 43 persen pelaku industri yang terindikasi akan melakukan reduksi jumlah tenaga kerja sebagai konsekuensi dari pilihan integrasi teknologi pada 2025 mendatang. Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan, fenomena ini terjadi karena perusahaan saat ini menerapkan tiga prinsip yakni memaksimalkan pemanfaatan teknologi, efisiensi jumlah karyawan, dan mempekerjakan karyawan yang memiliki kecerdasan digital.

"Menurut Laporan The Future Jobs dari WEF atau Forum Ekonomi Dunia, pada tahun 2025 mendatang terdapat 43 persen pelaku industri yang terindikasi akan melakukan reduksi jumlah tenaga kerja sebagai konsekuensi dari pilihan integrasi teknologi," kata Dedy dikutip dari siaran persnya, Rabu (6/4/2022).

Baca Juga

Dedy melanjutkan 85 juta pekerjaan lama diproyeksikan akan hilang dan diikuti 90 juta pekerjaan baru yang mungkin muncul akibat pembagian kerja antara manusia, mesin, dan algoritma. Karena itu, Dedy Permadi menilai masyarakat harus terus didorong untuk membekali diri dengan berbagai skillset yang semakin dibutuhkan di era transformasi digital. 

Mengutip hasil studi dari LinkedIn, Dedy menjelaskan pada tahun 2020 lalu kebutuhan kecakapan digital di masa depan akan berfokus pada tiga hal yang dikenal sebagai The ABC, yaitu artificial intelligence, big data, dan cloud computing.

"Mengingat karakteristik dunia digital yang makin kompleks, dinamis, serta berkembang dengan sangat kecepatan. Talenta digital Indonesia diharapkan tidak hanya unggul dalam hal keterampilan teknis atau hard skill, namun juga cakap keterampilan nonteknis atau soft skill," katanya.

Dedy Permadi menyebut keterampilan soft skill antara lain critical thingking, creativity, collaboration dan communication serta complex problem solving. Di Indonesia, kepemilikan atas kemampuan digital sangat relevan untuk dikembangkan di kalangan kandidat tenaga kerja.

Menurutnya, survei East Ventures Digital Competitiveness Index tahun 2022 menunjukkan bahwa 95,8 persen perusahaan digital di Indonesia menganggap kemampuan digital merupakan salah satu komponen penting dalam proses seleksi calon tenaga kerja.

Namun demikian, 56,3 persen perusahaan digital saat ini masih merasa kesulitan untuk mencari tenaga kerja dengan kemampuan digital. "Mereka menilai kandidat tenaga kerja di Indonesia masih memiliki kelemahan terkait kemampuan digitalnya," jelasnya.

Ia menyontohkan kemampuan implementasi yang belum memadai atau masih bersifat teoritis. Selain itu, kemampuan yang dimiliki masih terlalu umum, pengalaman yang belum memadai, dan adaptasi yang lama untuk menyelesaikan permasalahan digital di sebuah perusahaan.

Selain itu, penerapan literasi dan kecakapan digital oleh tenaga kerja Indonesia saat ini masih terbilang rendah. Amazon Web Services dan AlphaBeta dalam studi Digital Skills Research Report 2021 menemukan ada 19 persen tenaga kerja Indonesia yang mengaplikasikan literasi digital level dasar, dan hanya 6 persen tenaga Indonesia atau tenaga kerja Indonesia yang mengaplikasikan kecakapan digital teknis atau menengah.

Padahal, jika Indonesia melakukan intensifikasi peningkatan keterampilan digital, maka tenaga kerja yang memiliki keterampilan digital akan memberikan kontribusi sebesar 4.434 triliun terhadap PDB Indonesia di tahun 2030. "Nilai yang sangat fantastis, nominal ini meningkat lebih dari dua kali lipat dari proyeksi awal jika tidak dilakukan intensifikasi peningkatan keterampilan yaitu lebih dari 1.900 triliun. Artinya ada gap yang cukup besar antara kebijakan tanpa intensifikasi dan kebijakan dengan intensifikasi," kata Dedy Permadi.

Karena itu, ia mengapresiasi kegiatan Pesantren Kilat Digital yang diinisiasi Sobat Cyber Indonesia. Menurutnya, selain memberikan materi terkait keagamaan, pesantren kilat juga memberikan berbagai kelas-kelas menarik terkait kemampuan digital yang dibutuhkan di era transformasi digital saat ini.

"Kami berharap program seperti ini dapat direplikasi oleh lembaga-lembaga lain, sehingga kita dapat memenuhi kebutuhan talenta digital rasional dalam kurun waktu kedepan ini. Mari terus perkuat kolaborasi dan sinergi guna mewujudkan Indonesia yang makin cakap digital. Indonesia terkoneksi, makin digital, makin maju," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement