Rabu 06 Apr 2022 15:03 WIB

Pesan Tegas Jokowi, Menteri Dilarang Lagi Bersuara Soal Perpanjangan Jabatan

Jokowi meminta jajarannya fokus bekerja terutama hadapi ancaman krisis dan inflasi.

Presiden Jokowi meminta jajaran di bawahnya tidak ada lagi yang bersuara soal penundaan pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden.
Foto:

Salah satu jajaran di kabinet yang paling sering mengungkit isu perpanjangan masa jabatan presiden adalah Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Ia mengatakan, pembicaraan terkait penundaan pemilihan umum (Pemilu) bukan merupakan sesuatu yang haram.

Saat beraudiensi dengan anggota DPR di Gedung DPR, Rabu (30/3/2022), Bahlil mengatakan pembahasan perpanjangan masa jabatan presiden sah saja dilakukan, terutama di depan anggota dewan. "Ini parlemen, lembaga demokrasi, orang mau cerita apa saja boleh termasuk penundaan pemilu, jangan diharamkan," ujar Bahlil di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/3/2022).

Ia mengatakan, wacana penundaan pemilu lahir dari pemikiran konstruktif. Selama hal tersebut demi kebaikan bangsa dan negara, wacana tersebut boleh saja terus digulirkan dan tak diharamkan pembicaraannya.

"Itu wajar-wajar saja tinggal bagaimana proses di parlemen bagaimana boleh atau tidak monggo diselesaikan di sini. Jangan bagaimana memisahkan diri dari publik Indonesia saja," ujar Bahlil.

Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa dunia usaha saat ini membutuhkan kepastian dan stabilitas politik di dalam negeri. Hal tersebut menjadi salah satu alasan munculnya usulan penundaan Pemilu 2024.

"Kalau wacana penundaan bisa dilakukan secara komprehensif dan dalam mekanisme undang-undang, dalam pandangan saya itu akan bagus untuk investasi, tapi sesuai dengan mekanisme dan tata kelola negara," ujar Bahlil.

Berdasarkan hasil survei, yang terbaru oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei terkait sikap publik terhadap penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Salah satu hasilnya, hanya 5 persen responden yang menyatakan setuju dengan usulan tersebut.

"Hanya sekitar 5 persen warga yang setuju dengan pandangan itu. Publik pada umumnya ingin seorang presiden hanya menjabat maksimal dua periode saja," ujar Direktur Riset SMRC, Deni Irvani dalam rilis daringnya, Jumat (1/4/2022).

Sebanyak 73 persen responden setuju agar ketentuan masa jabatan presiden selama dua periode dipertahankan. Adapun 15 persen publik lainnya yang menilai ketentuan tersebut harus diubah lewat perubahan konstitusi.

Dari 15 persen publik yang setuju ketentuan masa jabatan presiden diubah, 61 persen ingin masa jabatan presiden hanya satu kali dengan masa jabatan lima, delapan, atau 10 tahun. Adapun, 35 persen lainnya ingin lebih dari dua kali dengan kurun waktu lima tahun.

"Bahwa pendapat warga yang mayoritas ingin mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua kali ini konsisten dalam tiga kali survei, pada Mei 2021, September 2021, dan Maret 2022," ujar Deni.

SMRC menggelar survei pada 13-20 Maret 2022. Sebanyak 1.220 responden dipilih secara acak dengan metode stratified multistage random sampling terhadap keseluruhan populasi atau warga negara Indonesia yang sudah memiliki hak pilih, yakni mereka yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah.

Response rate atau responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1.027 atau 84 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,12 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).

photo
Infografis Jabatan Presiden 3 Periode - (republika/kurnia)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement