REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDI Perjuangan, Gilbert Simanjuntak, menyambut baik wacana pembuatan pabrik minyak goreng yang akan dilakukan BUMD DKI PT Food Station Tjipinang Jaya dengan BUMD Agro Jabar dan BUMD Jateng. Menurutnya, langkah penjajakan minyak goreng dari BUMD tiga provinsi itu merupakan langkah positif.
“Itu langkah positif menyikapi kelangkaan minyak goreng,” kata Gilbert kepada Republika, Senin (4/4).
Namun demikian, dia meminta, agar kepemilikan saham mayoritas bisa dimiliki pihak DKI. Pasalnya, kepentingan DKI dinilainya lebih dominan dalam pembuatan pabrik migor itu ke depannya.
“Tentunya akan lebih mudah operasional kalau DKI punya saham 51 persen lebih,” tuturnya.
Ditanya sumber dana DKI murni berasal dari BUMD Food Station, Gilbert tak menolaknya. Tetapi, dana mayoritas pembangunan dimintanya dari DKI alih-alih provinsi lainnya.
Lebih jauh, Gilbert menolak pembuatan pabrik migor yang diadakan di DKI. Alih-alih lapangan kerja, penyediaan pabrik di DKI dinilainya akan membutuhkan dana tinggi, selain dari keterbatasan lahan dan upah yang tinggi. “Kalau bisa memang jangan di DKI,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan, pihaknya belum mengetahui kabar BUMD DKI Jakarta PT Food Station Tjipinang Jaya yang akan membuat pabrik minyak goreng. Menurutnya, belum ada pembicaraan lebih jauh terkait hal tersebut.
“Saya belum tahu. Dan saya kira belum sejauh itu (buat pabrik),” kata Riza kepada awak media di Balai Kota DKI.
Dia mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Food Station dan melakukan pengecekan. “Nanti kita cek kembali,” jelasnya.
Lebih jauh, Direktur Utama BUMD DKI Jakarta PT Food Station Tjipinang Jaya, Pamrihadi Wiraryo, mengatakan, wacana pembuatan pabrik minyak goreng dengan BUMD Agro Jabar dan BUMD Jateng masih dalam penjajakan. Menurutnya, setelah selesai, tahapan berikut dilanjut dengan pengkajian kelayakan investasi tiga BUMD.
“Berikutnya akan dilakukan Pengkajian terkait kelayakan investasi nya,” kata Pamrihadi kepada Republika, Senin (4/4).
Ditanya soal dana investasi, Pamrihadi mengaku, belum bisa memberikan informasi rinci. Pasalnya, setelah penjajakan diskusi selesai dengan dua BUMD lainnya, tahap pembuatan pabrik minyak goreng akan dilakukan pengkajian lebih jauh menyoal kelayakan investasi. “Akan di lakukan kajian investasi nya,” tuturnya.
Dia menambahkan, sumber pendanaan pembuatan pabrik migor itu berasal dari dana pribadi masing-masing BUMD tiga provinsi. Menurutnya, keuntungan ke depan yang akan diambil BUMD hanya sedikit, mengingat tujuan utama adalah kestabilan harga dan ketersediaan pasokan migor.
“Dimana 3 BUMD yaitu Food Station, Agro Jabar dan BUMD Jateng melakukan investasi sekaligus menjadi distributor di regional nya masing-masing,” ucapnya.
Tak hanya itu, kata dia, pembicaraan juga tengah berlangsung dengan Direksi PTPN Holding soal pasokan bahan baku migor.
“PTPN Holding akan menjadi supply bahan baku Olein nya, dimana Olein di produksi oleh Pabrik nya PTPN VIII yang ada di Semangke Sumatera Utara,” kata dia.
Dia menambahkan, ide pembuatan pabrik minyak goreng itu dilakukan dengan tahapan pembuatan pabrik pengemasan minyak goreng di daerah Kendal atau Purwakarta dengan skema kerja sama operasional (KSO).