REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) Flores dan jaringan HAM Sikka mendesak Mabes Polri mengambil alih kasus eksploitasi 17 anak, yang dipekerjakan di tempat hiburan malam di Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desakan ini muncul usai empat korban menghilang secara misterius.
"(Kami) mendesak Mabes Polri untuk mengambil alih penanganan kasus TPPO ini, terutama atas 4 anak yang hilang/melarikan diri dari Shelter Santa Monica," kata Koordinator Divisi Perempuan Relawan TRUK Flores, Suster Fransiska Imakulata dalam konferensi pers daring, Rabu (30/3/2022).
Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini bermula ketika aparat Polda NTT merazia tempat hiburan malam di Kota Maumere pada 14 Juni 2021 lalu. Aparat berhasil mengamankan 17 anak perempuan di bawah umur yang dipekerjakan di empat pub.
Rinciannya, empat anak dipekerjakan di Bintang Pub, lima di Shasary Pub, tiga di 999 Pub, dan satu anak di Libra Pub. Mereka semua diketahui berasal dari sejumlah daerah di Jawa Barat seperti Bandung dan Cianjur.
Sembari menanti proses penyidikan, Polda NTT menitipkan 17 anak itu di Shelter Santa Monica TRUK Flores. Tapi, empat dari 17 anak itu tiba-tiba menghilang secara misterius dari tempat tersebut pada 27 Juni 2021. Padahal, kata Ika, empat anak yang menghilang itu adalah saksi kunci untuk menjerat pemilik 999 Pub dan Libra Pub.
Ika telah berupaya menghubungi empat anak itu. Tiga di antaranya ternyata bisa dihubungi via telepon dan pesan Facebook. Mereka mengaku lari dari Shelter Santa Monica dengan bantuan seseorang. Tapi, mereka tak mau mengungkapkan siapa orang yang membantu.
"Kami memang menemukan di balik tembok shelter ada tangga, tapi itu tangga bukan milik kami. Kami tidak tahu tangga itu datang dari mana," kata Ika.
Empat anak itu juga tak mau menyebutkan keberadaan mereka saat ini. Mereka hanya bilang, setelah melarikan diri dari shelter, mereka segera diberangkatkan dari Pelabuhan Labuan Bajo, NTT.
Ika lantas melaporkan kejadian itu ke Polda NTT dan Polres Sikka. Namun, menurut Ika, pihak kepolisian tidak serius melacak dan menemukan empat anak tersebut. Alhasil, keempat anak itu masih belum ditemukan sampai saat ini.
Ika menjelaskan, hilangnya empat anak itu membuat pemilik 999 Pub dan Libra Pub tetap bisa melenggang bebas tak tersentuh hukum. "Bahkan mereka masih dengan leluasa membuka pubnya," ujarnya. Sedangkan pemilik Bintang Pub dan Shasary Pub, seorang pria berinisial R, kini sedang menjalani persidangan dengan tuntutan melanggar UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
"Hilangnya empat anak ini ... semakin meyakinkan kami tentang adanya jaringan (sindikat perdagangan orang) di balik kasus ini," ungkap Ika.
Minta DPR Awasi
Atas dugaan keterlibatan sindikat dan berlarutnya penyelesaian kasus ini selama sembilan bulan, maka TRUK Flores mendesak Mabes Polri mengambil alih penyelesaian kasus ini. Ika mengatakan, tim perwakilan TRUK Flores sudah mendatangi Mabes Polri dan menemui Kasubdit V DITTIDUM Bareskrim Polri, Kombes Enggar Pareanom pada 23 Maret 2022.
Kepada Kombes Enggar, Ika meminta Mabes Polri mengambil alih kasus TPPO empat anak yang menghilang itu. Ika juga meminta sindikat perdagangan orang di Sikka dibongkar sampai ke akar-akarnya.
"Mabes Polri memberikan tanggapan yang serius bahwa akan melakukan asistensi ke NTT dan akan mengawal, mem-back up kasus ini agar kasus ini dapat diselesaikan," ujar Ika.
Ika juga menemui pimpinan Komisi III DPR pada 24 Maret 2022. Ika meminta Komisi III memantau kinerja aparat penegak hukum dalam kasus TPPO ini.
"Terhadap aspirasi kami ini, Komisi III DPR memberikan jawaban bahwa akan melakukan rapat koordinasi dengan Mabes Polri dan menyampaikan kepada Mabes Polri akar kasus ini menjadi perhatian dan ditangani secara serius karena persoalan human trafficking di NTT cukup tinggi," ujarnya.