Sabtu 26 Mar 2022 20:31 WIB

Anggota Komisi IX DPR Terus Suarakan Vaksin Halal

Kata Nadlifah, jawaban Menkes Budi Gunadi masih sangat normatif.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Komisi IX DPR, Nur Nadlifah.
Foto: Istimewa
Anggota Komisi IX DPR, Nur Nadlifah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Vaksin Covid-19 DPR, Nur Nadlifah menegaskan, komitmennya untuk terus menyuarakan vaksin halal dalam rapat Panja Vaksinasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Asikin. Nadifa mengatakan semua aspirasi umat Islam tentang vaksinasi sudah disampaikan dan ditanyakannya kepada Menkes, termasuk desakan prioritas menggunakan vaksin halal.

Hanya saja, kata Nadlifah, jawaban Menkes masih sangat normatif. Hingga kini, ia belum mendapat jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut. "Semua, kami tanyakan ke Menkes. Mulai dari desakan prioritas vaksin halal, stok vaksin hingga biaya importasi vaksin," kata anggota Komisi IX DPR tersebut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (26/3/2022).

Anggota parlemen dari dapil Jawa Tengah tersebut mengaku, juga menanyakan perihal penggunaan vaksin yang sudah mendapatkan fatwa halal MUI, hanya digunakan untuk anak-anak usia 6-11 tahun. Padahal, kata dia, Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) sudah memberikan izin penggunaan booster bagi mereka yang memang sudah menggunakan Sinovac sebagai vaksin primer. "Mengapa jenis ini tidak dipakai untuk orang dewasa yang dulu gunakan Sinovac sebagai vaksin primer," ujar politikus PKB tersebut.

Sementara itu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Selasa (22/3) mulai menyidangkan perkara gugatan yang diajukan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) atas keluarnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/II/252/2022 tentang Vaksinasi Covid-19 Dosis Lanjutan (Booster).

Surat Edaran Dirjen P2P Kemenkes tersebut mematok tiga jenis vaksin yang menjadi vaksin booster, yakni vaksin Astra Zeneca, Pfizer dan Moderna. "Ketiga jenis vaksin yang ditentukan dalam program booster itu tak satu pun yang memiliki sertifikat halal, jadi ini merugikan umat Islam selaku mayoritas penduduk di Indonesia yang mengkonsumsi vaksin," kata kuasa hukum YKMI, Amir Hasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement