Jumat 25 Mar 2022 14:14 WIB

Republika Sebarkan Konten Edukasi Melalui NFT

Jurnalis Republika Nur Hasan Murtiaji akan berbagi kisah sukses NFT di PechaKucha

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Christiyaningsih
Jurnalis Republika Nur Hasan Murtiaji akan berbagi kisah sukses NFT di PechaKucha Night Jakarta Vol. 45.
Foto: Republika
Jurnalis Republika Nur Hasan Murtiaji akan berbagi kisah sukses NFT di PechaKucha Night Jakarta Vol. 45.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejak pandemi, banyak orang mulai mengalihkan sebagian besar aktivitasnya ke ranah digital. Penemuan-penemuan baru datang mengikuti arus perkembangan teknologi, termasuk investasi dalam koleksi seni melalui Non Fungible Token (NFT).

NFT tidak hanya dibuat oleh seniman individu. Namun, media konvensional juga mulai membuat NFT. Republika baru-baru ini merilis NFT “Hari Pahlawan” untuk menyebarkan konten edukasi kepada generasi muda tentang sejarah Indonesia.

Baca Juga

“NFT yang kami rilis menggunakan ejaan bahasa Indonesia jadul serta tampilan dan nuansa retro untuk menghidupkan sejarah bagi generasi sekarang,” kata jurnalis Republika, Nur Hasan Murtiaji, yang menjadi salah satu penggagas ide karya NFT ini untuk menarik minat masyarakat muda.

Ada hal yang membedakan Republika dengan kreator NFT lainnya. Proses kreatifnya tidak disematkan oleh individu, melainkan Republika sebagai asosiasi yang merilis konten edukasi sebagai aset digital pribadi berdasarkan autentikasi dan bernilai.

Co-Founder DagoDAO & Soilets NFT Dissa Kamajaya mengungkapkan perjalanannya di bidang NFT. Dissa, yang memiliki nama artistik 0xtx, pernah bekerja 9 to 5 di sebuah perusahaan audio visual sebagai visual designer sampai ia menemukan keberanian untuk berhenti dari pekerjaan tetapnya dan mengejar impian NFT-nya.

Perjalanan menjadi kreator NFT dimulai dari percakapan dengan teman-temannya di grup WhatsApp “Kekaisaran Dago”. Grup WhatsApp ini awalnya didirikan sebagai ‘jasa titip’ minimarket. Percakapan itu beralih ke topik crypto trading dan NFT, yang akhirnya menarik banyak pengikut grup WA tersebut, termasuk seniman-seniman terkenal.

Grup WhatsApp itu berkembang menjadi komunitas NFT yang disebut DagoDao di mana banyak seniman berkolaborasi dalam menciptakan SoiletsNFT, sebuah NFT audio-visual kolektif. SoiletsNFT berhasil menjual banyak NFT dan mendapatkan penghasilan tambahan sehingga mereka memutuskan untuk berdonasi. Salah satunya berkolaborasi dengan organisasi mancanegara untuk membuat toilet di Gunung Himalaya.

Saat keadaan menjadi sulit bagi beberapa orang, kesulitan itu lantas berbalik karena NFT. Setidaknya hal ini yang dirasakan beberapa komunitas seni Indonesia.

Saat pandemi melanda, muralis Budi Santosa mengalami nasib yang sama dengan ribuan pelaku seni di seluruh Indonesia. Sumber pendapatan yang biasa didapatkan dari kegiatan di luar rumah menghilang, dalam kasus Budi melukis mural.

“Setelah setahun memutar otak untuk bertahan, saya banyak mendengar tentang NFT dari sebuah diskusi di Clubhouse,” kata Budi Santosa, pendiri IDNFT. IDNFT adalah salah satu komunitas NFT Indonesia pertama dan terbesar yang merangkul serta memberdayakan perjalanan pelaku seni dan kreatif Indonesia di NFT.

Dia mulai belajar dari kenalannya di luar negeri karena saat itu belum banyak seniman Indonesia yang mengetahui tentang NFT. Ketika Budi cukup paham, dia mulai membuat dan menjual NFT. Hal yang dia lakukan ini berhasil. Sejak itu, Budi mulai mendapatkan penghasilan stabil dari NFT.

Nur Hasan Murtiaji, Dissa Kamajaya, dan Budi Santosa akan hadir acara PechaKucha Night Jakarta Vol.45  “NFT: Beyond a Nifty Idea?” pada Jumat (25/3/2022) pukul 19.00-20.30 WIB. Mereka akan berbagi kisah sukses dan  tentang apa yang membuat mereka terjun di dunia NFT. Ketiga tokoh ini juga akan berbagi perjalanan yang menunjukkan bahwa NFT lebih berperan daripada hanya sekedar ide yang menarik, tetapi juga memengaruhi status sosial, finansial, pendidikan, dan impian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement