REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Dalam peringatan Hari Air Sedunia, pakar dari IPB University menyampaikan pentingnya pemanfaatan air tanah dan air permukaan. Ketua Program Magister PSL IPB, Hadi Susilo Arifin, mengatakan air tanah dan air permikaan akan saling melengkap dengan mempertahankan kelestarian hutan, situ, danau yang mampu sebagai bekerja sebagai daerah tangkapan air (water cathment).
Hadi, yang juga merupakan peneliti “water sensitive city” di Departemen Arsitektur lanskap menyampaikan, banyak kearifan lokal dan pengetahuan tradisional masyarakat dalam mengelola sumberdaya air secara berkelanjutan.
“Contohnya masyarakat Bali mempertahankan ‘Subak Parahyangan’ (mata air di hulu) untuk keberlanjutan sumber irigasi hingga wilayah tengah dan hilir. Di Jawa ada istilah ‘Ulu-ulu’, ‘Jogo-Tirto’, di Jawa Barat dikenal kelompok pengelola air dengan nama ‘Mitra Cai’, dan lain sebagainya,” kata Hadi ketika ditemui di Taman Koleksi IPB, Senin (21/3/2022).
Pakar Geo-hidrology dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB University, Suria Tarigan, menjelaskan air hujan yang jatuh di daratan akan menjadi air tanah sekitar 25 persen, air permukaan 1 persen dan selebihnya mengalir ke laut. Prinsip pengelolaan air tanah ialah meningkatkan persentase resapan air hujan ke dalam tanah.
Suria menjelaskan, air tanah dapat menjadi alternatif utama untuk memenuhi kebutuhan air domestik, irigasi, dan industri. Pada musim kemarau, petani hortikultura di Jawa Tengah dan Jawa Timur perlu menyiapkan pompa air untuk menarik air dari dalam sumur.
“Oleh karena itu, perlu dilakukannya pengelolaan air tanah terencana secara maksimal bila tertintegrasi dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Melalui analisis peta hidrogeologi dapat mengidentifikasi daerah yang berpotensi sebagai water recharge (peresapan air),” jelasnya.
Dia menyebutkan, daerah peresapan air pada sebuah DAS terbagi menjadi dua. Pertama ada natural recharge (peresapan alami) dengan menjaga tutupan hutan minimal 30 persen di hulu DAS. Kedua, artifical recharge (peresapan buatan) yang dapat dilakukan dengan membangun sumur resapan di daerah pemukinan hulu dan tengah DAS. “Peresapan juga dapat ditingkatkan dengan menerapkan konservasi tanah, khususnya agroforestri pada lahan budidaya, hutan kota dan pekarangan,” ujar Suria.
Kendati demikian, Suria memperingatkan jika pemanfaatan air bawah tanah berlebihan akan memicu penurunan muka tanah (subsidendsi), intrusi air laut, dan kerusakan struktur dan kapasitas akuifer. Jika penurunan muka tanah tersebut terjadi pada daerah pemukiman, maka dapat berdampak buruk di mana subsidensi tanah akan meningkatkan risiko banjir pada musim hujan.