REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo merahasiakan asal air dan tanah yang dibawa ke lokasi pembangunan calon Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
Melalui keterangan pers di Semarang, Ahad (13/3/2022) malam, Ganjar menyampaikan, air dan tanah yang diminta Presiden sudah ia bawa. "Dari mana air dan tanah itu saya ambil, ya rahasia," canda Ganjar.
Meski merahasiakan lokasi pengambilan air dan tanah yang dibawanya, Ganjar menerangkan bahwa dua benda itu diambil dari sejumlah gunung yang diyakini menjadi pusar bumi atau pusatnya dunia. Selain itu, lokasi pengambilan air dan tanah itu juga telah dikonsultasikan Ganjar pada para sesepuh Jawa.
"Jawa Tengah itu ada beberapa lokasi yang dikenal sebagai puser bumi. Jadi pusatnya bumi itu ada di Jawa Tengah, lokasi yang jadi pusat kebudayaan, ada peninggalan leluhur dan lainnya. Ya orang tua kan lebih paham, makanya kemudian tanah dan air dari lokasi itulah yang saya bawa," ujarnya.
Lebih lanjut Ganjar mengatakan bahwa permintaan Presiden Joko Widodo kepada 33 gubernur agar membawa air dan tanah ke IKN penuh makna yakni merupakan simbol persatuan dan kesatuan. "Intinya ada dua hal, pertama secara simbolik, ini tanah air. Ada tanah dan air. Saya yakin betul karena Pak Jokowi banyak filosofi, maka beliau meminta berkumpullah seluruh Gubernur membawa tanah dan air. Ada persatuan, ada kontribusi secara visual," jelasnya.
Selain itu, lanjut Ganjar, bentuk kontribusi dari seluruh daerah di Indonesia bahwa IKN bukan hanya proyek orang per orang, pejabat atau mereka yang ada di pusat pemerintahan, namun dengan dimintanya gubernur se-Indonesia datang membawa tanah dan air ke IKN. Hal itu menunjukkan IKN adalah proyek bersama anak bangsa.
"Ini dukungan kolektif yang ditunjukkan seluruh daerah di Indonesia. Hari ini 33 Gubernur datang, membawa pesan kebersamaan untuk membangun IKN, mudah-mudahan ini menjadi spirit Keindonesiaan kita," kata Ganjar.
Disinggung banyak pihak yang nyinyir dan menilai aksi Gubernur membawa air dan tanah itu penuh dengan klenik, Ganjar tertawa santai. Menurutnya ini adalah bagian dari kultur bangsa Indonesia yang tidak bisa dilepaskan.
"Ini kultural, semua daerah pasti punya sendiri-sendiri. Ada nilai-nilai luhur yang bisa dilakukan. Kita boleh bicara modern, kekinian dengan referensi buku-buku baru, tapi kita mesti punya kepribadian dalam kebudayaan," tegasnya.
Bahkan, lanjut Ganjar, nilai-nilai ini tidak hanya dimiliki bangsa Indonesia sebab di Jepang, jika ada pembangunan apapun pasti ada ritual dan upacara seperti laiknya di Indonesia.
"Kalau orang Jawa mau buat rumah, di atasnya ada pisang, beras, bendera merah putih. Itu tradisi, di Jepang juga sama, mau buat bendungan, buat gedung itu ada ritual dan upacaranya. Jadi enggak usah mikir soal apakah ini klenik atau tidak, ini soal kultur dalam bingkai persatuan," ujar Ganjar.