Ahad 20 Mar 2022 21:18 WIB

Soal Ibu Muda Gorok Anak, Psikolog: Polisi Perlu Telusuri Kejiwaannya

Dalam sebuah pengakuan, pelaku hanya ingin menyelamatkan anak-anaknya.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indra Giri Amriel mengimbau, kepada pihak kepolisian untuk memeriksa lebih lanjut kejiwaan pelaku.
Foto: NET
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indra Giri Amriel mengimbau, kepada pihak kepolisian untuk memeriksa lebih lanjut kejiwaan pelaku.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pembunuhan sadis dengan pelaku seorang ibu muda berinisial KU (35 tahun) di Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, yang menggorok leher anak kandungnya yang berusia 6 tahun, dan melukai 2 anak kandung lainnya menggegerkan masyarakat. Sebab, ibu muda yang dikenal pendiam di antara para tetangganya ini, tega menghabisi darah dagingnya sendiri dengan sadisnya.

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indra Giri Amriel mengimbau, kepada pihak kepolisian untuk memeriksa lebih lanjut kejiwaan pelaku. Walaupun dari berita yang ada, penyebab pelaku melakukan tindakan sadis tersebut kepada anaknya karena alasan ekonomi, kesulitan hidup.

"Kasus serupa saat seorang ibu di Jabar meracuni ketiga anaknya. Tapi, mungkin ada kondisi psikologi abnormal tertentu," kata Reza Indra Giri kepada wartawan, Ahad (20/3/2022).

Dia juga meminta aparat yang memeriksa pelaku, untuk mencoba menggali cerita dibalik pembunuhan tersebut. Menurutnya, jika pelaku mampu menceritakan situasinya dengan baik, maka abnormalitas psikologisnya tidak termasuk dalam kondisi yang bisa membuat dia mendapat dispensasi, lewat pasal 44 KUHP.

Reza mengungkapkan, memang ada pengecualian bagi pelaku yang mengalami gangguan jiwa dalam pasal 44 KUHP. Namun, tidak semua jenis gangguan kejiwaan bisa membuat pelaku kejahatan lolos dari hukum dengan memanfaatkan Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pasal itu menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana jika cacat kejiwaan atau terganggu karena penyakit. Jadi, harus dipastikan seakurat mungkin diagnosis kejiwaan si pelaku.

"Polisi jangan setop kasusnya. Polisi perlu baca pasal 44 ayat 2 agar paham bahwa hakim, bukan polisi, yang punya kewenangan untuk menerima atau menolak klaim sakit jiwa, gangguan psikologis, dan sejenisnya. Hakim pun nantinya akan kirim si pelaku ke RS," imbuhnya.

Setelah menjalani pengobatan, misalnya 12 bulan, si pelaku bisa disidang jika dinyatakan mampu atau sehat (fit). "Jika tidak kunjung sembuh, ya setop seterusnya," katanya.

Sebelumnya, kejadian sadis dengan pelaku ibu muda di Kompleks Sokawera RT 03/02 Desa Tonjong, Kecamatan Tonjong, Brebes, berinisial KU (35 tahun), tega membunuh anaknya yang masih 6 tahun, pada Ahad (20/3/2022). Dua anak kandung lainnya bahkan juga nyaris jadi korban.

Peristiwa itu terjadi Ahad dinihari sekitar pukul 02.00 WIB. Korban meninggal merupakan anak kedua pelaku dan masih duduk di bangku kelas 1 SD. Pelaku juga sempat hendak membunuh 2 anaknya yang lain. Namun gagal karena 2 anaknya kabur dan sembunyi di kamar. Mereka berteriak sehingga mengundang warga untuk datang dan mendobrak pintu kamar.

Pelaku KU dalam sebuah pengakuannya di kantor polisi, dalam sel penjara, ia hanya ingin menyelamatkan anak-anaknya. Meski dengan cara yang salah, dia meyakini kematian anak-anaknya adalah jalan terbaik.

“Saya ingin menyelamatkan anak-anak saya biar enggak hidup susah. Enggak perlu ngerasain sedih. Harus mati biar enggak sedih kayak saya,” ujar pelaku.

Dia mengaku selama ini kurang kasih sayang. Dia mengaku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan ekonomi yang pas-pasan. Apalagi, dia mengaku suaminya sering menganggur. “Saya ini enggak gila. Pengin disayang sama suami, suami saya sering nganggur," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement