REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membuat kajian awal terkait kemungkinan pembangunan Kereta Gantung untuk mengatasi kemacetan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor pada 2022.
Dalam kajian awal berbentuk Outline Business Case (OBC), kajian tersebut juga membahas secara komprehensif tentang bagaimana bentuk transportasi massal berbasis rel yang paling memungkinkan diterapkan di Puncak.
Direktur Prasarana BPTJ, Jumardi, menyebutkan karena pembangunan moda berbasis rel di Puncak bertujuan mengurangi beban kemacetan lalu lintas berbasis jalan, tentu harus mempertimbangkan fungsi yang maksimal sebagai angkutan umum massal.
“Selain itu tentu harus mempertimbangkan karakteristik demand serta faktor teknis yang paling memungkinkan, sehingga akan menarik perhatian investor untuk mendanai,” kata Jumardi dalam keterangan tertulis yang diterima Rephublika, Ahad (20/3).
Ia menjelaskan, dengan pertimbangan tersebut, hasil kajian merekomendasikan bentuk moda transportasi berbasis rel yang paling memungkinkan untuk dibangun di Puncak ialah kombinasi antara Kereta AGT (Automated Guideway Transit) dan Kereta Gantung (Cable Car).
Lebih lanjut, Jumardi menjelaskan, keseluruhan panjang lintasan angkutan berbasis rel tersebut menurut hasil kajian mencapai 27,88 kilometer. Serta akan terbagi dalam dua segmen.
Dia menyebutkan, Segmen I antara Sentul City - Taman Safari sepanjang 23,40 kilometer menggunakan moda Kereta AGT. Jadi wisatawan yang akan ke Puncak sudah dapat mengakses moda transportasi massal berbasis rel mulai dari Sentul City, untuk menghindari kemacetan karena penggunaan kendaraan pribadi.
Sedangkan, lanjutnya, segmen II yakni antara Taman Safari - Puncak sepanjang 4,48 kilometer dimana segmen ini baru menggunakan Kereta Gantung. Lintasan Segmen II yang menggunakan Kereta Gantung lebih melayani wisatawan yang sudah stay di Puncak yang menginginkan wisata lanjut ke wilayah sekitar Puncak.
“Kalau melihat para wisatawan yang ke Puncak itu biasanya membawa banyak barang, sebab mereka umumnya menginap. Ini lebih tepat dilayani dengan Kereta AGT yang memungkinkan membawa barang sementara Kereta Gantung tidak memungkinkan untuk itu,” ujarnya.
Selain Kereta AGT, Jumardi menyebutkan, terdapat jenis moda berbasis rel lain yang memiliki kemampuan mengangkut orang secara massal dengan barang bawaan, seperti monorail dan LRT. Namun menurutnya LRT jauh lebih membutuhkan ruang dan biaya yang lebih besar.
Sementara menurutnya monorail memiliki keterbatasan pasokan, karena secara global tidak cukup banyak pengguna teknologi ini. Sehingga jaminan keberlanjutan suku cadang juga kurang terjamin.
“Untuk saat ini di dunia internasional Kereta AGT merupakan moda berbasis rel yang paling banyak digunakan untuk angkutan perkotaan sekaligus wisata. Teknologinya juga terus berkembang sehingga lebih terjamin kelangsungan pasokannya,” pungkas Jumardi.