Sabtu 19 Mar 2022 08:26 WIB

Menteri PPPA: Cegah Stunting Mulai Dari Pola Pengasuhan 

Menteri PPPA sebut dari 34 Provinsi di Indonesia yang berstatus gizi baik hanya Bali

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengingatkan pentingnya orangtua memberi perhatian pada tumbuh kembang anak dalam masa emasnya. Sebab salah satu masalah kegagalan tumbuh kembang anak adalah stunting yang bersumber dari pola asuh, pola makan yang kurang baik dan sanitasi yang kurang layak.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengingatkan pentingnya orangtua memberi perhatian pada tumbuh kembang anak dalam masa emasnya. Sebab salah satu masalah kegagalan tumbuh kembang anak adalah stunting yang bersumber dari pola asuh, pola makan yang kurang baik dan sanitasi yang kurang layak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengingatkan pentingnya orangtua memberi perhatian pada tumbuh kembang anak dalam masa emasnya. Sebab salah satu masalah kegagalan tumbuh kembang anak adalah stunting yang bersumber dari pola asuh, pola makan yang kurang baik dan sanitasi yang kurang layak.

“Penurunan stunting di Indonesia dalam 8 tahun terakhir ini (2013-2021), masih berada di angka 2,0 persen. Khususnya tahun 2021, angka stunting adalah 24,4 persen. Padahal target RPJMN adalah penurunan sebesar 14 persen, atau 2,7 persen pertahun. Untuk itu kita perlu melakukan terobosan dalam mendorong ketepatan intervensi baik intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif,” kata Bintang dalam keterangan pers, (18/3). 

Data Studi Status Gizi Indonesia 2021 menunjukan, dari 34 Provinsi di Indonesia, yang mendapat kategori baik hanya 1 provinsi saja, yakni Provinsi Bali. Stunting itu sendiri menurut Menteri PPPA  bersumber dari pola asuh, pola makan yang kurang baik dan sanitasi yang kurang layak. Rendahnya kualitas pola asuh berkaitan dengan ketidaksiapan menjadi orang tua.

“Di balik situasi gizi buruk tersebut terdapat fenomena sosial yang begitu menentukan tetapi ternyata justru kurang diperhatikan yaitu rendahnya kualitas pengasuhan," ujar Bintang.

Bintang menilai pengasuhan yang buruk salah satunya dipicu oleh perkawinan usia anak. World Health Organization (WHO) menyebutkan, bahwa salah satu masalah stunting adalah karena tingginya pernikahan dini. 

"Di samping resiko melahirkan bayi stunting, perkawinan anak sesungguhnya juga merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak. Perkawinan anak, baik itu anak laki-laki maupun perempuan, adalah salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)," lanjut Bintang. 

KemenPPPA telah mengembangkan berbagai kerja bersama lintas sektor. Diantaranya, mencanangkan Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak (Geber PPA) dan secara langsung mengawal penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk Pencegahan Perkawinan Anak.

KemenPPPA juga menandatangani perjanjian kerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Pendewasaan Usia Perkawinan Anak untuk Peningkatan Kualitas Hidup Sumber Daya Manusia (SDM). Upaya strategis lainnya adalah mengawal pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dispensasi Kawin sebagai turunan Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement