Rabu 16 Mar 2022 11:48 WIB

'Tak Ada Lagi Negara yang Tunda Pemilu karena Covid-19'

Negara perlu memperhatikan konstitusi yang mengatur penundaan pemilu di masa darurat.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Pemilu (ilustrasi).
Pemilu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia mengatakan, alasan menunda pemilu karena pandemi tidak bisa diterima. Mengutip data International IDEA, dia menyebutkan, saat ini sudah tidak ada lagi negara yang menunda pemilu karena alasan Covid-19.

"Di akhir 2021 itu sudah tidak ada lagi negara yang menunda pemilunya karena alasan pandemi," ujar Amalia dalam diskusi daring bertajuk Demokrasi Konstitusional dalam Ancaman, Rabu (16/3/2022).

Baca Juga

Hanya dua negara yang menunda pemilunya pada Agustus 2021. Sementara, pada bulan berikutnya dan seterusnya hingga kini sudah tidak ada lagi negara yang menunda pemilu karena pandemi.

Amalia melanjutkan, pemilu yang banyak ditunda pun adalah pemilu lokal, bukan pemilu nasional. Sebab, untuk menunda pemilu nasional, negara perlu memperhatikan konstitusi yang mengatur penundaan pemilu di masa darurat.

"Misalnya pemilu yang ditunda itu bisanya berapa bulan. Walaupun ada kasus Inggris, memang Inggris itu menundanya satu tahun, tetapi yang ditunda itu adalah pemilu lokalnya. Itu pun dia melihat bagaimana konstitusi, bagaimana undang-undang mengaturnya," kata dia.

Sebelumnya, usulan penundaan Pemilu 2024 menjadi polemik di berbagai kalangan, dengan berbagai pendapat pro dan kontra. Usulan penundaan pemilu salah satunya datang dari Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

Cak Imin mengatakan, Pemilu 2024 dapat ditunda satu atau dua tahun kemudian, dengan alasan perlu momen perbaikan untuk kondisi perekonomian sebagai dampak pandemi Covid-19. Menurutnya, momen tersebut tidak bisa diganggu karena pemilu akan menyebabkan stagnasi ekonomi, transisi kekuasaan hingga ketidakpastian perekonomian, serta dinilai berpotensi menimbulkan konflik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement