REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sedikitnya 26 orang Warga Negara Asing (WNA) asal China diamankan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Puluhan orang tersebut diduga terlibat sindikat penipuan internasional cyber fraud (penipuan siber).
"Korban penipuan CMT (pelaku) dan kelompoknya berjumlah 350 orang semuanya diduga berasal dari Cina berdasarkan nomor teleponnya," kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Pria Wibawa dalam keterangan, Rabu (16/3/2022).
Terduga pelaku penipuan, CMT dan kelompoknya diringkus Bareskrim Polri setelah menerima permintaan bantuan penangkapan WNA dari pemerintah Taiwan. CMT beserta jaringannya berhasil diringkus bersama barang bukti pada Senin (14/3/2022) lalu di lima lokasi berbeda.
Penangkapan terduga sindikat penipuan internasional ini bermula dari informasi Daftar Pencarian Orang (DPO) kepolisian Taiwan yang diterima Bareskrim Polri dengan nomor TPE/FAX/111/02/CIBTETO/02B pada 18 Februari 2022 lalu. Pria Wibawa menjelaskan modus penipuan yang dilakukan terduga pelaku CMT dilakukan melalui pesan Whatsapp dan call center palsu.
CMT dan kelompoknya menipu dengan mencari nomor ponsel dan identitas calon korban. Mereka kemudian mengirimkan pesan melalui aplikasi Whatsapp atau menelepon korban dengan mengaku sebagai polisi Cina. Pelaku lantas menyampaikan berita bohong bahwa korban tersangkut suatu perkara di Kepolisian Cina.
Korban lalu diminta menghubungi Kepolisian Cina melalui nomor call center palsu. Saat korban menelepon call center, terjadi tawar-menawar hingga korban bersedia mentransfer sejumlah dana yang ditempatkan pada rekening perusahaan yang berafiliasi dengan CMT.
Perusahaan tersebut antara lain PT Trading Global International, PT Trio Pilar Trading Indonesia dan PT Lide Trading International. Pria Wibawa mengatakan, para pelaku nantinya akan dieksekusi oleh aparat penegak hukum di negaranya terkait tindak pidana penipuan tersebut.
Wibawa mengatakan, tim keimigrasian saat ini sedang melakukan persiapan untuk mendeportasi 26 WNA tersebut. Disaat yang bersamaan, para pelaku juga tengah diperiksa kelengkapan dokumen perjalanan mereka di Indonesia sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Selama menunggu pendeportasian, tim Ditjen Imigrasi juga memeriksa dokumen perjalanan mereka untuk melihat apakah ada pelanggaran keimigrasian yang mereka lakukan. Jika ada, maka akan dikenakan sanksi keimigrasian sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.