REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Atoillah Isfandiari menyarankan pemerintah mengkaji ulang penghapusan syarat tes antigen dan PCR bagi pelaku perjalanan domestik, baik itu melalui jalur darat, laut, maupun udara. Menurutnya, syarat tersebut kurang tepat sasaran karena masyarakat yang baru disuntik vaksin dosis dua pun tidak diwajibkan menyertakan hasil tes antigen atau PCR.
Menurutnya, pelonggaran pemeriksaan tes antigen dan PCR lebih baik ditujukan bagi pelaku perjalanan domestik yang telah menjalani vaksinasi dosis ketiga atau booster. Ia berpendapat hal tersebut akan lebih meningkatkan keamanan saat perjalanan. Selain itu, syarat tersebut juga dapat mendorong masyarakat untuk melakukan vaksinasi booster.
“Kenyataannya, sebagian masyarakat ikut vaksin bukan karena kesadaraan mendapatkan kekebalan tapi agar dapat mengakses yang tidak bisa diakses tanpa vaksin,” ujarnya, Selasa (15/3/2022).
Pria yang akrab disapa Ato itu menyebut penerapan kebijakan itu akan mempersulit terdeteksinya kasus positif. Pencabutan syarat tes antigen dan PCR akan menghilangkan salah satu kontributor terbesar dalam tracing Covid-19. “Saat mobilitas meningkat, risiko ISPA akan meningkat. Di sisi lain, kita tidak tahu ISPA yang meningkat disebabkan oleh Covid-19 atau bukan,” kata dia.
Ato juga menuturkan gelombang ketiga memang telah melewati puncak dan konsisten mengalami penurunan. Namun, kasus harian masih cenderung tinggi. Ato menambahkan penerapan kebijakan yang terburu-buru akan meningkatkan kasus harian dan risiko penularan.
Menurutnya, penerapan kebijakan penghapusan syarat tes antigen dan PCR untuk perjalanan domestik lebih baik ditunda minimalnya dua pekan. Penundaan tersebut juga akan membuat kondisi lebih stabil saat memasuki Ramadhan dan musim mudik. “Kalau kita mau bersabar dua minggu lagi. Kita ada di posisi yang sama dengan akhir Januari, posisi dasar gelombang. Saat ini kita masih berada pada lereng gelombang,” ujarnya.
Ato pun mengimbau masyarakat untuk tidak lengah menerapkan protokol kesehatan (prokes). Ia menegaskan vaksinasi hanya salah satu cara untuk menghindari gejala berat. “Tetap pakai masker yang proper sama seperti sekarang dan menjaga jarak. Kita tidak tahu yang bareng kita itu membawa virus atau tidak,” kata dia.