Kamis 10 Mar 2022 18:00 WIB

Stok Minyak Goreng untuk Pasar RI Seharusnya Melimpah, Tapi Diduga Bocor dan Diekspor

Kemendag menyerahkan kepada Satgas Pangan di Polri untuk melakukan penyelidikan.

Etalase minyak goreng tampak kosong di salah satu supermarket, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (5/3/2022). Terbatasnya stok dan distribusi minyak goreng saat ini, membuat pasokan ke pasaran lungsung ludes diserbu konsumen.
Foto:

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki), Eddy Martono, mengatakan enggan berkomentar mengenai dugaan adanya kebocoran stok minyak goreng dalam negeri yang diekspor. Pasalnya, hal itu harus memiliki bukti mengenai dugaan kebocoran itu.

"Harus ada bukti dulu bahwa benar-benar bocor," katanya secara tertulis kepada Republika, kemarin.

Adapun soal krencana Kemendag akan menaikkan volume DMO minyak sawit (CPO) menjadi 30 persen mulai Kamis (10/3/2022), Gapki menyebut, mendukung kebijakan pemerintah.

"Kami sebagai pelaku usaha akan mendukung setiap kebijakan pemerintah, termasuk DMO sawit yang naik dari 20 persen menjadi 30 persen," kata Ketua Bidang Komunikasi Gapki, Tofan Mahdi.

Tofan mengatakan, diharapkan kebijakan itu menjadi solusi bagi masalah minyak goreng saat ini. Menurut Tofan, kebijakan DMO 20 persen sebelumnya pun tidak menjadi kendala bagi para produsen sawit.

Kebijakan itu, menurut dia, secara umum tidak menjadi masalah bagi eksportir. "Kami bisa memenuhi kewajiban pasokan di pasar domestik," kata Tofan.

Adapun, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyampaikan, langkah pemerintah untuk memangkas rantai distribusi minyak goreng masih belum efektif. Hal itu menyebabkan sebagian pedagang masih menjual minyak goreng melebihi HET yang ditetapkan pemerintah.

HET minyak goreng diketahui sebesar Rp 11.500 per liter untuk curah, Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana serta Rp 14 ribu per liter kemasan premium.  

Ketua Umum Ikappi, Abdullah Mansuri, mengatakan, langkah pemerintah untuk memangkas rantai distribusi harus diakui sudah mulai berjalan. Hanya saja belum menyeluruh sehingga efektivitasnya terhadap stabilisasi harga belum terlihat.

"Proses itu belum efektif. Memang untuk memangkas rantai distribusi bukan pekerjaan mudah dan akan banyak konsekuensi," kata Mansuri kepada Republika, Rabu kemarin.

Ia menjelaskan, distribusi minyak goreng dengan pola lama yakni dari pabrik ke distributor lalu agen-agen dan pasar tradisional. Adapun pola baru yakni dipangkas oleh Kemendag dari distributor langsung ke pasar tanpa melalui agen.

"Nah, pola pemangkasan yang baru dibentuk ini, menunjuk beberapa BUMN seperti PT PPI dan PT RNI untuk langsung mendistribusikan minyak goreng (dari distributor) ke pasar, ," kata Mansuri.

Sementara itu, BUMN sendiri memiliki keterbatasan modal untuk melakukan distribusi minyak goreng secara nasional. Padahal, pabrikan minyak goreng tidak bisa mengeluarkan minyak goreng tanpa ada pembayaran di muka.

 

Hal itu pun yang membuat pola distribusi minyak goreng saat ini masih bercampur antara pola lama dan pola baru sehingga harga sesuai HET belum merata. "Tapi, ini tinggal masalah waktu. Ikappi juga sudah bertemu Kemendag dan kami diminta untuk membantu proses distribusi minyak goreng ke pasar," katanya.

 

photo
Harga minyak goreng masih melambung. - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement