Kamis 10 Mar 2022 13:45 WIB

PPATK Hentikan Sementara 121 Rekening Terkait Investasi Ilegal

121 rekening itu dimiliki oleh 46 pihak di 56 penyedia jasa keuangan.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan telah menghentikan transaksi 121 rekening. Ilustrasi
Foto: Mgrol101
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan telah menghentikan transaksi 121 rekening. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, telah menghentikan transaksi 121 rekening. Seratusan rekening itu dimiliki oleh 46 pihak di 56 penyedia jasa keuangan terkait dugaan investasi ilegal dengan total nominal Rp 353,98 miliar.

"Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 99,11 miliar telah dilakukan pemblokiran oleh penyidik dari Bareskrim Polri dan jumlah ini masih terus bertambah karena proses penelusuran yang dilakukan sejak Januari 2022 masih terus berlangsung," kata Ivan dalam konferensi pers yang dipantau di Jakarta, Kamis (10/3/2022).

Baca Juga

PPATK menerima 375 laporan berkaitan dengan investasi ilegal yang merugikan masyarakat dengan nilai transaksi mencapai lebih dari Rp 8,26 triliun, terdiri atas investasi suntik modal alat kesehatan (sunmod alkes), forex, afiliator, dan investasi ilegal lain. "Jadi transaksi yang kita pantau sementara adalah sejumlah Rp 8,26 triliun sekian dari 375 laporan, termasuk kami melihat ada aktivitas pembelian barang-barang mewah," kata Ivan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, para pihak yang memperdagangkan barang mewah tadi memiliki kewajiban melapor kepada PPAT, tetapi sejauh ini laporan tersebut belum diterima. Karena itu, PPATK terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti kemungkinan transaksi barang mewah tersebut berkaitan dengan upaya pencucian uang.

PPATK juga menemukan bahwa beberapa transaksi terkait investasi ilegal mengalir dari dan ke luar negeri, seperti Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan China. Ivan menambahkan agar masyarakat lebih berhati-hati terhadap tawaran investasi dengan imbal hasil yang menarik dan instan karena berpotensi sebagai penipuan.

Saat masyarakat mengalami kerugian, para pihak yang menawarkan investasi tersebut berdalih kerugian itu bagian dari risiko yang mesti ditanggung masyarakat. Padahal, mereka memiliki niat sejak awal untuk melakukan penipuan.

"PPATK terus berupaya melindungi publik dan agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi dan agar masyarakat aware dengan potensi penipuan serupa yang terjadi di kemudian hari," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement