Ahad 06 Mar 2022 14:31 WIB

Kemendag Bubarkan Pertemuan Broker Perdagangan Komoditas di Bali

Kemendag bubarkan pertemuan broker karena tak berizin dan hindari investasi berkedok

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Kemendag bubarkan pertemuan broker karena tak berizin dan hindari investasi berkedok edukasi. Ilustrasi.
Foto: Pixabay
Kemendag bubarkan pertemuan broker karena tak berizin dan hindari investasi berkedok edukasi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG - Kementerian Perdagangan (Kemendag) membubarkan pertemuan broker perdagangan komoditas PT Gandem Marem Sejahtera (Gamara). Pertemuan itu dibubarkan karena diduga ilegal dan tidak memiliki izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Kegiatan pertemuan Gamara dengan calon investor dihentikan untuk menghindari adanya modus penawaran investasi berkedok edukasi dan konsultasi. "Menteri Perdagangan bekerja sama dengan Bareskrim Polri, Polda Bali menghentikan kegiatan gathering perdagangan berjangka, karena kegiatan ini tidak punya izin dari Bappebti," kata Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti Aldison Karorundak saat ditemui di Kuta, Bali, Sabtu (5/3/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan saat ini sedang dilakukan pengumpulan keterangan. Artinya, ada fakta-fakta sementara yang akan didalami di pemeriksaan terkait praktik yang bertentangan dengan UU Perdagangan Berjangka Komoditi. Pembubaran dilakukan setelah ditemukan ada pelanggaran yaitu broker yang digunakan tidak memiliki izin usaha sebagai broker asing atau dalam negeri.

"Ini yang perlu diberikan ke masyarakat semacam edukasi untuk menghindarkan praktik-praktik yang meragukan. Jika ditawarkan paket investasi di bidang perdagangan berjangka komoditas kalau bisa cek dulu di https://www.bappebti.go.id," katanya.

Penawaran paket-paket investasi yang dilakukan oleh Gamara tersebut diduga melanggar Pasal 49 ayat (1a) jo Pasal 73D ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Pelanggaran ini diancam dengan pidana lima sampai dengan 10 tahun, serta denda Rp 10 miliar sampai dengan Rp 20 miliar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011.

"Pendalaman pemeriksaan pihak penyelenggara dan memiliki bukti permulaan perusahaan sebagai broker. Apabila ditemukan dua alat bukti permulaan yang cukup, maka ancamannya pidana," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement