REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Marunda Kapten Isa Amsyari mengatakan, udara tercemar di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, bukan berasal dari pelabuhan setempat. Pernyataan ini menyusul aksi perwakilan warga Kampung Marunda Pulo.
"Aksi mereka kemarin memang mengeluhkan adanya limbah dan polusi batubara itu. Laporan dari warga bahwa yang paling potensi terbesar itu adalah dari cerobong asap pembakaran batu bara yang tentu tidak berada dalam pelabuhan," kata Isa di Jakarta, Rabu (2/3/2022).
Menurut Isa, pabrik pengolahan atau pembakaran batu bara tidak mungkin berada di dalam pelabuhan. Isa mengatakan, hal itu karena pelabuhan dilarang menjadi tempat industri, hanya boleh menjadi tempat aktivitas bongkar muat barang dan/atau penumpang serta tempat menaruh barang sementara sebelum pengapalan atau sebelum dibawa truk angkut menuju pabrik pengolahan yang letaknya di luar pelabuhan.
"Tidak ada pabrik (di pelabuhan), yang ada lapangan (tempat bongkar muat). Ini yang mengidentifikasi atau mengetahui itu adalah warga di sekitar pelabuhan yang memang memperhatikan. Pabrik itu adanya di luar pelabuhan," kata Isa.
Kendati demikian, Isa berjanji untuk tetap menindaklanjuti hasil pertemuan dengan warga tersebut. Isa mengatakan, KSOP telah bersurat kepada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Karya Citra Nusantara (KCN) selaku pengelola kawasan untuk memintakan pembaruan dokumen perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka per 2022 ini, mulai dari legalitas pendirian, sampai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) usahanya.
Kalau ada perusahaan yang tidak bisa memenuhi dokumen itu, KSOP akan memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut dengan menunda izin operasi mereka di pelabuhan. "Mungkin kami kasih peringatan, peringatan 1, peringatan 2, sampai peringatan 3, setelah itu ya kami tunda izin operasinya. Jadi, tidak bisa beroperasi dulu sebelum menyelesaikan dokumen-dokumen itu," kata Isa.
Namun hasil penelusuran, perusahaan yang diduga melakukan pencemaran udara tersebut diduga bukan berasal dari kawasan pelabuhan melainkan dari kawasan KBN (Kawasan Berikat Nusantara) yang memang terdapat industri di dalamnya. "Jadi, itu di luar kewenangan kami," katanya.
Sebelumnya, perwakilan warga Kampung Marunda Pulo Ade Aqil bertemu dan menyampaikan kepada KSOP kalau benar bahwa warga merasakan dampak asap pembakaran batu bara selama tinggal di RT01, RT02, RT 03/ RW07 Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. "Mengenai masalah limbah batu bara, ini bukan hal yang baru. Ini sejak saya berada di Marunda 2009, itu saya sudah merasakan bagaimana beratnya menghirup udara yang tidak sejuk," kata Ade.
Ade mengatakan, kampung mereka itu letaknya dekat dengan cerobong asap dari pabrik pengolahan minyak sawit milik salah satu perusahaan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN). "Antara rumah kami dengan perusahaan itu cuma dihalangi dengan satu kali (Sungai) saja. Jadi ketika angin dari barat daya menerbangkan asap dari cerobong, itu luar biasa dampaknya. Terutama kepada ibu-ibu, semua mereka mengeluh karena khawatir kesehatan anaknya, dirinya dan rumah yang mereka tempati," kata Ade.
Ade mengatakan, PT KCN sejauh ini sudah menanggapi permasalahan yang dirasakan warga tersebut dengan memberikan kompensasi baik berupa uang tunai maupun program santunan anak yatim dan duafa. Namun, justru perusahaan yang mencemari lingkungan dengan asap pembakaran batu bara dari cerobong pabriknya itu justru belum memberikan respons terhadap keluhan warga dan masih terus beroperasi sampai sekarang.
Akhirnya, baru-baru ini sebagian warga kembali memprotes adanya pencemaran tersebut dengan mengadakan aksi unjuk rasa di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda. Namun, Ade mengatakan warga Kampung Marunda Pulo tidak ikut aksi tersebut.
"Nah aksi kemarin itu, kami yang berada di ring pertama khususnya RT01, RT02 yang adanya di Rumah Si Pitung, RT03 yang adanya di Masjid Al-Alam. Itu kami tidak ada yang ikut aksi di Rumah Susun karena salah alamat, bukan ke KCN sasarannya. KCN tidak ada masalah," kata Ade.
Ade meminta kontribusi terhadap warga dan lingkungan setempat betul-betul diperhatikan perusahaan selama berada dekat dengan wilayah kampung mereka. Selama berusaha juga, menurut Ade, perusahaan perlu meningkatkan keamanan pengolahan bahan bakunya agar tidak mencemari lingkungan.
"Kesehatan, ekonomi, dan lingkungan kami ini bagaimana biar asri, itu yang kami inginkan," kata Ade.