REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman menyatakan. angka prevalensi stunting di Sulsel mulai turun secara bertahap dan pada 2021 menjadi 20,92 persen atau turun 9,08 persen daripada 30 persen pada 2020. Menurut dia, Pemprov Sulsel terus berusaha menekan angka prevalensi stunting dengan mengaktifkan semua pihak terkait untuk bersama-sama menangani stunting di lapangan.
"Ada anggaran kami untuk membantu kabupaten/kota guna menekan angka stunting, termasuk mengkarantina semua nakes untuk pendampingan seluruh stunting di Sulsel," katanya di acara Gernas Bangga Buatan Indonesia (BBI) dan Bangga Berwisata Indonesia (BWI) Sulsel 2022 yang digelar kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulsel, Kota Makassar, Kamis (24/2/20220).
Selain itu, seluruh bupati dan wali kota di Provinsi Sulsel diminta terus melakukan pendampingan. Hal itu penting untuk pembentukan SDM yang andal sesuai dengan fokus pembangunan pada tahap kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Sulsel, Andi Ritamariani mengatakan, sebagai upaya pencegahan stunting, BKKBN Sulsel telah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK). "Tim ini terdiri dari bidan, PKK dan penyuluh KB untuk memberikan edukasi dan pendampingan ke masyarakat yang berpotensi mengalami stunting, khususnya terkait pola asuh anak, terutama di 1.000 hari pertama kehidupan," ujarnya.
Stunting adalah kekurangan gizi kronis yang terjadi pada bayi di 1.000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama. Sehingga, hal itu menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya.