Kamis 24 Feb 2022 19:03 WIB

PPP: Putusan MK Tegaskan tak Ada Perbedaan Tafsir Presidential Threshold

Setiap warga negara yang berniat menjadi capres harus mendekati partai politik.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi.
Foto: Antara
Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR, Achmad Baidowi, menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa tak ada perbedaan tafsir terkait ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Ia mengomentari putusan MK yang tidak menerima gugatan pasal terkait presidential threshold yang diajukan mantan panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmatyo dan sejumlah tokoh lainnya.

"Putusan MK yang menolak gugatan ambang batas presiden 20 persen kursi atau 25 persen suara menjadikan persoalan ini clear tidak ada lagi tafsir yang berbeda. Putusan tersebut harus dihormati karena sifatnya final dan mengikat," kata Baidowi kepada wartawan, Kamis (24/2/2022).

Baca Juga

Baidowi mengatakan putusan MK tersebut juga menunjukkan ketentuan threshold konstitusional. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak diterimanya gugatan presidential threshold beberapa kali.

"Ini sekaligus memberikan kepastian bagi penyeleggara pemilu dan peserta pemilu. Maka setiap warga negara yang berniat maju sebagai capres harus segera mendekati parpol untuk bisa mengumpulkan dukungan sebagaimana disyaratkan oleh UU. Apalagi tidak ada rencana revisi UU Pemilu, maka semakin menguatkan ketentuan threshold," ujar wakil ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR tersebut.

Sebelumnya MK memutuskan tidak menerima gugatan presidential threshold 20 persen yang diajukan mantan panglima TNI (Purn) Gatot Nurmantyo. Selain Gatot, presidential threshold juga digugat oleh sejumlah tokoh lain. Antara lain, Ferry Yuliantono, Lieus Sungkharisma, Tamsil Linrung, Fahira Idris, dan Edwin Pratama.

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan secara daring Kamis (24/2/2022).

Dalam pokok permasalahannya Gatot menilai Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan pasal 6 ayat (2), 6A ayat (2), Pasal 6A ayat (3), Pasal 6A ayat (4), Pasal 6A ayat (5), Pasal 22E ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28J ayat (1), dan Pasal 28J ayat (2) UUD

1945 dan Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement