Selasa 22 Feb 2022 17:05 WIB

Pedoman Pelantang Masjid dan Mushola: Demi Keseimbangan Syiar dan Harmoni Sosial

Surat Edaran Menag terbaru mengatur penggunaan pengeras suara masjid dan mushala.

Petugas memperbaiki pengeras suara masjid di Masjid Al Hidayah, Tebet, Jakarta, Selasa (4/9).
Foto:

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menilai pedoman dari menag terkait pengeras suara masjid, baik bagi pedoman masyarakat. Meski begitu, ia mengingatkan semua pihak terkait kemungkinan hilangnya syiar Islam.

"Perlu disadari bahwa jangan sampai dengan aturan ini mematikan syiar islam,"katanya kepada Republika, Senin (21/2/2022).

Untuk menghindari hal tersebut, ia mengharapkan adanya pembinaan terlebih dahulu dari Kemenag kepada masyarakat. Menurutnya, Kemenag harus mengedepankan pembinaan terlebih dahulu yang juga sesuai dengan poin dalam Surat Edaran Kemenag Nomor 5 Tahun 2022.

"Inilah yang harus juga, poin kelima di dalam situ (surat edaran) juga, yaitu pembinaan kepada masyarakat daripada pengawasan," tuturnya.

Kiai Cholil mengatakan, aturan dari Kemenag ini baik bagi masyarakat terutama di perkotaan yang padat penduduk. Aturan ini disebutnya datang dengan tujuan baik, yakni agar umat tetap bisa melakukan syiar tanpa mengganggu masyarakat lain. 

"Itu kan pedoman saja yang ditujukan untuk menjadi acuan kita bagaimana melakukan syiar adzan dan juga menjelang adzan dan juga pengajian, tapi juga tidak mengganggu yang lain," katanya.

Meski begitu, ia menyarankan agar ada aturan lain soal pengeras suara di rumah ibadah bagi agama lain. "Tentu di rumah ibadah lainnya juga supaya bisa dilakukan hal yang sama mungkin loncengnya  dan seterusnya," ujarnya. 

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Kementerian Agam (Kemenag), Adib mengatakan, Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola bukan untuk membatasi syiar Islam.

"Aturan ini sama sekali bukan membatasi syiar Islam, tetapi justru menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif," kata Adib melalui pesan tertulis kepada Republika, Selasa (22/02/2022).

Adib menjelaskan, pengeras suara masjid bukan hanya satu-satunya sarana syiar Islam. Sebab kemajuan teknologi informasi sekarang ini harus dimaksimalkan sebaik-baiknya misalnya, bisa disampaikan melalui media sosial dan lain sebagainya.

Adib menegaskan, pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushola tidak ada maksud lain kecuali untuk menyeimbangkan antara syiar dan kohesi sosial di tengah masyarakat. "Salah satu tujuan dari edaran kementerian Agama ini adalah menciptakan kohesi sosial," ujarnya.

Ia menambahkan, karena tujuan edaran Kemenag adalah menciptakan kohesi sosial, maka dalam mensosialisasikannya tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang kasar. Tapi disampaikan dengan ramah, penuh tanggung jawab, dan sabar.

"Saya berharap, takmir-takmir masjid bisa memberikan contoh kepada masjid-masjid di sekitarnya. Di tingkat provinsi ada masjid raya, di tingkat kabupaten ada masjid agung, dan di tingkat kecamatan ada masjid besar, mereka bisa memberikan contoh bagi masjid dan mushola di sekitarnya," jelasnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni, mengatakan, dalam menyiarkan ajaran Islam, takmir masjid harus tetap memperhatikan kesyahduan.

 

"Saya melihat ini bukan hanya soal harmoni atau heterogenitas dari masyarakat, tapi lebih dari itu. Syiar Islam harus tetap berjalan, di sisi lain tetap memperhatikan tingkat kesyahduan. Maka, menjadi hal yang urgent tentang adanya pengaturan, tapi saya kira perlu diikuti evaluasi-evaluasi," kata Imam, Selasa (22/2/2022).

Imam mengungkapkan, sebelum Surat Edaran SE Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola ini keluar, Ketua Umum DMI Jusuf Kalla ketika melakukan kunjungan ke daerah-daerah, atau melantik pengurus DMI di daerah, hampir selalu menyampaikan pesan-pesan mengenai fenomena speaker di luar masjid.

"Ketua DMI Bapak Jusuf Kalla hampir selalu menyampaikan pesan-pesan mengenai fenomena speaker di luar masjid. Di Jakarta saja ada empat ribu masjid, kalau misalnya satu masjid memiliki empat speaker di luar, artinya ada 16 ribu speaker. Yang terjadi suara antara speaker saling berbenturan, sehingga tidak syahdu lagi. Benturan suara itu bukan saja di angkasa, tapi juga di audio (telinga) setiap orang," ujarnya.

Meski demikian, Sekjen DMI ini tidak mempermasalahkan perbedaan pendapat terkait pedoman penggunaan speaker masjid yang terjadi di tengah masyarakat. Sebab, menurutnya, perbedaan pendapat itu dilatarbelakangi banyak hal, seperti reaksioner, kritis, reseptif, hingga alur budaya.

"Sementara DMI melihatnya dari beberapa aspek yang ini memang alur budaya dan dikombinasikan dengan keinginan agar syiar Islam menjadi syahdu," jelasnya.

 

photo
Infografis Tips Jadikan Masjid Menarik Bagi Remaja - (Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement